Konsep Dasar BPH
A.
Definisi
Pengertian Benigne Prostat
Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena
hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan
uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994:193).
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat
membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
Istilah Benigna
Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah
membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang
mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat
sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam
literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi
hipertropi prostat sudah umum dipakai.
B.
Etiologi
Etiologi
atau penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai
sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Prostat
merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena
tidak adanya keseimbangan endokrin.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa
hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain:
1.
Hipotesis
Dihidrotestosteron (DHT)Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2.
Ketidakseimbangan
estrogen – testoteronDengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan
hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3.
Interaksi stroma -
epitel Peningkatan epidermal gorwth
faktor atau fibroblas
gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta
menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.
Penurunan sel yang
matiEstrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5.
Teori stem cellSel
stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.(Roger Kirby, 1994:38).
Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi
dari BPH adalah:
1.
Adanya hiperplasia
periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan
estrogen.
2.
Ketidakseimbangan
endokrin.
3.
Faktor umur / usia
lanjut.
C.
Anatomi
fisiologi
Kelenjar
prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan
bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20
gram dengan ukuran rata-rata:
·
Panjang 3.4 cm
·
Lebar 4.4 cm
·
Tebal 2.6 cm.
Secara embriologis terdiro dari 5 lobus:
·
Lobus medius 1 buah
·
Lobus anterior 1
buah
·
Lobus posterior 1
buah
·
Lobus lateral 2 buah
Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus
posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius
kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen
berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini
disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior
kelenjar prostat terdiri dari:
1.
Kapsul anatomis
2.
Jaringan stroma yang
terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang
terbagi atas 3 kelompok bagian:
·
Bagian luar disebut
kelenjar sebenarnya
·
Bagian tengah disebut
kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone
·
Di sekitar uretra
disebut periuretral gland
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut
bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus
ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja
prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit
teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang
tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik.
Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi
lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih
ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti
susu.
Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna
abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas.
Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai
celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi
fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi
dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
D.
Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar
prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas
(bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran
urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar.
Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari
buli-buli berupa: Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada
buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah
atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).
Fase-fase Prostat Hyperplasia:
1.
Prostat Hyperplasia
Kompensata.
kompensasi
oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas
dari miksi tidak banyak berubah.
2.
Prostat Hyperplasia
Dekompensata
Kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan
pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari
muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga urine tersisa di dalam
buli-buli saat proses miksi berakhir. Seringkali Prostat Hyperplasia menambah
kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan)
sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari
kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan
terjadinya retensi urine.
Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan
dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara
berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli
tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau
dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot
detrusor memompa urine dan
menjadi retensi urine. Retensi urine
yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
(Sunaryo, H. 1999 : 11)
F. Manifestasi klinis
Walaupun Benigna
Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai
gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1.
Penyempitan uretra
yang menyebabkan kesulitan berkemih
2.
Retensi urin dalam
kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan
cystitis.
Adapun gejala dan tanda
yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:
1.
Retensi urin.
2.
Kurangnya atau
lemahnya pancaran kencing
3.
Miksi yang tidak
puas
4.
Frekuensi kencing
bertambah terutama malam hari (nocturia)
5.
Pada malam hari
miksi harus mengejan
6.
Terasa panas, nyeri
atau sekitar waktu miksi (disuria)
7.
Massa pada abdomen
bagian bawah
8.
Hematuria
9.
Urgency (dorongan
yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)
10.
Kesulitan mengawali
dan mengakhiri miksi
11.
Kolik renal
12.
Berat badan turun
13.
Anemia
Kadang-kadang
tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga
harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung
kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
Gejala Benigne Prostat Hyperplasia
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu:
·
Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu
beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan
dalam uretra prostatika.
·
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.
·
Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
·
Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
·
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum
puas.
2. Gejala Iritasi yaitu:
·
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
·
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
·
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Derajat Benigne
Prostat Hyperplasia Benigne Prostat
Hyperplasia terbagi dalam
4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya:
1. Derajat satu, keluhan
prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc,
pancaran lemah, necturia, berat +20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi
terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi
(menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih
teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya +20 – 40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih
berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc,
penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia,
prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal,
hydroneprosis.
G.
Pemeriksaan
diagnostik
Pada
pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit,
tes sensitivitas dan biakan urin
2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd,
USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras
dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara
trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain
untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan
volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti
difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen
bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous
prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar
prostat dibuang melalui perineum.
H.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi
prostat adalah:
1.
Retensi kronik dapat
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.
2.
Proses kerusakan
ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
3.
Hernia / hemoroid
4.
Karena selalu
terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
5.
Hematuriaf. Sistitis
dan Pielonefritis
Asuhan Keperawatan
A.
Fokus
pengkajian
Data yang didapatkan pada pasien dengan BPH :
Post Prostatektomi
1.
Data subyektif:
·
Pasien mengeluh
sakit pada luka insisi.
·
Pasien mengatakan
tidak bisa melakukan hubungan seksual.
·
Pasien selalu
menanyakan tindakan yang dilakukan
·
Pasien mengatakan
buang air kecil tidak terasa.
2.
Data Obyektif:
·
Terdapat luka insisi
·
Takikardi
·
Gelisah
·
Tekanan darah
meningkat
·
Ekspresi wajah
ketakutan
·
Terpasang kateter
Pengkajian Riwayat
Keperawatan
·
umur > 60 tahun
·
Pola urinari :
frekuensi, nocturia, disuria.
·
Gejala obstruksi
leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi,
terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria tak disertai
gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
·
BPH → hematuri
Pemeriksaan Fisik
1.
Abdomen: Defisiensi nutrisi,
edema, pruritus, echymosis menunjukkan
renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
2.
Kandung kemih
·
Inspeksi :
Penonjolan pada daerah supra pubik → retensi urine
·
Palpasi : Akan
terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil
→ retensi urine
·
Perkusi : Redup →
residual urine
3.
Pemeriksaan penis:
uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur
uretra, batu uretra/femosis.
4.
Pemeriksaan Rectal
Toucher (Colok Dubur) → posisi knee chest, syarat: buli-buli kosong/dikosongkan.
Tujuan: Menentukan konsistensi prostat dan besar prostat.
Pemeriksaan Radiologi digunakan untuk
1.
Menentukan volume
Benigne Prostat Hyperplasia
2.
Menentukan derajat
disfungsi buli-buli dan volume residual urine
3.
Mencari ada tidaknya
kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak
Bentuk Pemeriksaan
Radiologia.
1.
Intra Vena
Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi,
dipertikel buli.Indikasi : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol
disertai urolithiasis. Tanda BPH : Impresi prostat, hockey stick ureter
2.
BOF : Untuk mengetahui
adanya kelainan pada renal
3.
Retrografi dan
Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko
ureter/striktur uretra.
4.
USG : Untuk
menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai pembesaran prostat
jinak/ganas.
5.
Pemeriksaan
Endoskopi.
6.
Pemeriksaan
UroflowmetriBerperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi
leher buli-buliQ max : > 15 ml/detik → non obstruksi10 - 15 ml/detik →
border line< 10 ml/detik → obstruktif
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Urinalisis (test
glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH
dan Urine Kultur) Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih,
Sel Darah Merah atau PUS.
2.
RFT → evaluasi
fungsi renal
3.
Serum Acid Phosphatase
→ Prostat Malignancy.
B.
Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
1.
Pola persepsi dan Manajemen kesehatan
Biasanya
kasus BPH terjadi pada pasien laki-laki yang sudah tua, dan pasien biasanya
tidak memperdulikan hal ini, karena sering mengatakan bahwa sakit yang diderita
nya pengaruh umur yang sudah tua. Perawat perlu mengkaji apakah klien
mengetahui penyakit apa yang dideritanya? Dan apa penyebab sakitnya saat ini?
2.
Pola nutrisi dan metabolik
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada
postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan
berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran
baik cairan maupun nutrisinya.
3.
Pola eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh
pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin,
aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih,
nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi
karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya
obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan
mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan
bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna
keruh, gelap dengan bekuan. Selain
terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya konstipasi.
Pada post operasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan.
4.
Pola latihan- aktivitas
Adanya keterbatasan aktivitas
karena kondisi klien yang lemah dan terpasang traksi kateter selama 6 – 24 jam.
Pada paha yang dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi
masih diperlukan, klien juga merasa nyeri pada prostat dan pinggang.
Klien dengan BPH aktivitasnya sering dibantu oleh keluarga.
5.
Pola istirahat dan tidur
Pada pasien dengan BPH biasanya istirahat dan tidurnya terganggu,
disebabkan oleh nyeri pinggang dan BAK yang keluar terus menerus dimana hal ini
dapat mengganngu kenyamanan klien. Jadi perawat perlu mengkaji berapa lama
klien tidur dalam sehari, apakah ada perubahan lama tidur sebelum dan selama
sakit/ selama dirawat?
6.
Pola konsep diri dan persepsi diri
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya
karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari
tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
7.
Pola kognitif- perseptual
klien BPH umumnya adalah orang tua, maka alat indra klien biasanya
terganggu karena pengaruh usia lanjut.
Namun tidak semua pasien mengalami hal itu, jadi perawat perlu mengkaji
bagaimana alat indra klien, bagaimana status neurologis klien, apakah ada
gangguan?
8.
Pola peran dan hubungan
Pada pasien dengan BPH merasa rendah diri terhadap penyakit yang diderita
nya. Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya sosialisasi klien dengan lingkungan
sekitar. Perawat perlu mengkaji bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan
masyarakat sekitar? apakah ada perubahan peran selama klien sakit?
9.
Pola reproduksi- seksual
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut
inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat
ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.
10. Pola
pertahanan diri dan toleransi stres
Klien dengan BPH mengalami peningkatan stres karena memikirkan pengobatan
dan penyakit yang dideritanya menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas
seksual seperti biasanya, bisa terlihat dari perubahan tingkah laku dan
kegelisahan klien. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien menghadapi masalah
yang dialami? Apakah klien menggunakan obat-obatan untuk mengurangi stresnya?
11. Pola
keyakinan dan nilai
Pasien BPH mengalami gangguan dalam hal keyakinan, seperti gangguan dalam
beribadah shalat, klien tidak bisa melaksanakannya, karena BAK yang sering
keluar tanpa disadari. Perawat juga perlu mengkaji apakah ada pantangan dalam
agama klien untuk proses pengobatan?
C.
Diagnosa Keperawatan Pre Operasi
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
1.
Retensi Urin
Domain 3: Eliminasi dan
Pertukaran
Kelas 1: Fungsi urin
Defenisi: pengosongan urin
yang tidak sempurna
Batasan karakteristik:
·
Adanya urin yang keluar
·
Distensi kantong
kemih
·
Disuria
·
Frekuensi berkemih
·
Inkontenensia yang
berlebih
·
Residu urin
·
Sensasi dari
penuhnya kantong kemih
·
Urin yang keluar
sedikit
|
Hasil yang disarankan:
1.
Gejala yang
mencolok
Defenisi: keparahan perubahan yang merugikan yang dirasakan
dalam fungsi fisik,emosi dan social
Indikator:
·
Intensitas gejala
·
Frekuensi gejala
·
Persisten gejala
·
Kerusakan
mobilitas fisik
·
Hubungan dengan
kenyamanan
·
Hubungan dengan
istirahat
·
Hubungan dengan
takut
·
Hubugan dengan
cemas
2.
Eliminasi urin
Defenisi: penumpukan dan
perubahan urin
Indikator:
·
Pola eliminasi
·
Bau urin
·
Jumlah urin
·
Warna urin
·
Intake cairan
·
Kejernihan urin
·
Pengosongan
kandung kemih yang sempurna
|
Intervensi
yang disarankan
1. kateter urine
·
Jelaskan prosedur
dan rasional diberikannya intervensi
·
Menyediakan
peralatan kateter yang sesui standar
·
Pertahankan teknik
aseptic yang tepat
·
Masukkan kateter
retensi kedalam kandung kemih
·
Gunakan ukuran
kateter yang paling kecil
·
Monitor intake dan
output
2.
Perawatan retensi
urin
·
Melakukan
pengkajian urin secara komprehensif berfokus pada inkontenensia mis:
pengeluaran urin, pola berkemih, fungsi kognitif dan masalah praeksisten urin
·
Gunakan kateter
urin
·
Monitor masukan
dan pengeluaran
·
Menginstruksikan
cara untuk menghindari konstipasi atau infeksi tinja
·
Pantau penggunaan
agen non preskripsi dengan sifat antikolinergik algonis atau alpha
·
Gunakan teknik
berkemih double
·
Sediakan waktu
cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 mnt)
|
3.
nyeri akut
domain 12: kenyamanan
kelas
1: kenyamanan fisik
defenisi:
sensori dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan oleh kerusakan jaringan
potensial atau actual/ gambaran pada bagian yang rusak tersebut. Tiba-tiba/
memperlambat intensitas dari ringan sampai berat dengan akhir diantisipasi
/diprediksi berdurasi < 6 bulan
batasan
karakteristik
·
Perubahan nafsu makan
·
Perubahan tekanan darah
·
Perubahan curah jantung
·
Perubahan laju pernafasan
·
Diaporesis
·
Laporan verbal terhadap nyeri
·
Prilaku ekspresif, seperti gelisah, merintih, meringis,
kewaspadaan, lekas marah, mendesah
·
Menjaga prilaku
|
Outcome
yang disarankan
·
Status kenyamanan: fisik
·
Tingkat ketidaknyamanan
·
Kontrol nyeri
·
Tingkat nyeri
·
Tingkat stress
·
Tanda vital
|
1. Manajemen Nyeri
·
melakukan tidakan yang komprehensif mulai dari lokasi nyeri, karakteristik,
durasi, frequensi, kualitas, intensitas, atau keratnya nyeri dan factor yang
berhubungan.
·
observasi isyarat ketidak nyamanan khususnya
pada ketidak mamapuan mengkomunikasikan secara efektif.
·
memberi perhatian perawatan analgesic pada
pasien.
·
menggunakan strategi komunikasi terapeutik
untuk menyampaikan rasa sakit dan menyampaikan penerimaan dari respon pasien
terhadap nyeri.
·
mengeksplorasi pengetahuan pasien dan
keyakinan tentang rasa sakit.
·
mempertimbangkan pengaruh budaya pada respon
nyeri.
·
menentukan dampak dari pengalaman rasa sakit
dari pengalaman nyeri pada kualitas hidup (tidur, nafsu makan, aktivitas,
kognisi, mood, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung jawab peran).
·
memberi tahu pasien tentang hal-hal yang dapat
memperburuk nyeri
·
kaji pengalaman nyeri klien dan keluarga, baik
nyeri kronik atau yang menyebabkan ketidaknyamanan.
·
ajarkan prinsip manajemen nyeri
2.
Bantuan Kontrol analgesik pada pasien
·
Berkolaborasi dengan dokter,pasien dan anggota
keluarga untuk memilih tipe obat bius yang digunakan.
·
ajarkan pasien dan keluarga untuk memonitor
intensitas,kualitas,dan durasi nyeri.
·
Hindari penggunaan hidroklorida meperidin
·
Pastikan pasien tidak alergi terhadap
analgesic yang diberikan.
·
Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana
menggunakan perangkat PCA
·
bantu pasien dan keluarga untuk menghitung
konsentrasi obat yang tepat untuk cairan, mengingat jumlah cairan yang
dikirimkan per jam mel alui perangkat PCA
|
Diagnosa Keperawatan Post Operasi
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
1. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan invasi MO
Domain
11 : Keamanan/Perlindungan
Kelas
1 : Infeksi
Definisi
: Kenaikan resiko karena diserang oleh organisme penyakit.
Faktor
Resiko
·
Mendapatkan kekebalan yang tidak adekuat
·
Pertahanan utama yang tidak adekuat (e.g.,
kerusakan kulit, jaringan yang luka, pengurangan dalam tindakan, perubahan
pada sekresi PH, mengubah gerak peristaltic)
·
Pertahanan kedua yang tidak adekuat
(pengurangan hemoglobin, leucopenia, respon yang menekan sesuatu yang
menyebabkan radang)
·
Pertambahan pembukaan lingkungan pada
pathogen
·
Penekanan imun
·
Prosedur yang bersifat menyerang
·
Tidak cukupnya pengetahuan untuk menghindari
pembukaan pada pathogen
·
Malnutrisi
·
Agen farmasi (ex: zat yang menghambat reaksi
imun)
·
Trauma/luka berat
·
Destruksi jaringan
|
Hasil
yang disarankan:
·
Integritas diameter jalan masuk.
·
Konsekuensi keadaan yang tak bergerak :
Fisiologi
·
Status imun
·
Kebiasaan imunisasi
·
Pengetahuan : Kontrol infeksi
·
Status nutrisi
·
Kontrol resiko
·
Kontrol resiko : Penyakit Seksual Menular
(PSM)
·
Integritas jaringan : Kulit dan selaput
lendir
·
Kebiasaan pengobatan : Sakit atau luka
·
Penyembuhan luka: Tujuan utama
·
Penyembuhan luka: Tujuan kedua
|
1. Kontrol infeksi
Definisi
:Meminimalkan pendapatan dan transmisi dari infeksi.
Tindakan
:
·
Alokasikan dengan tepat kekakuan pasien
dengan indikasi pedoman CDC.
·
Bersihkan lingkungan sekitar setelah
digunakan pasien.
·
Ganti peralatan pengobatan pasien setiap
protocol/ pemeriksaan.
·
Batasi jumlah pengunjung/pembezuk.
·
Ajarkan mencuci tangan untuk memperbaiki
kesehatan pribadi.
·
Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
·
Ajarkan pengunjung untuk mencuci tangan saat
masuk dan meninggalkan kamar pasien.
·
Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci
tangan dengan benar.
·
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
perawatan pada pasien.
·
Gunakan aturan umum.
·
Gunakan sarung tangan sebagai pengaman yang
umum.
·
Gunakan sarung tangan yang bersih.
·
Gosok kulit pasien dengan alat anti bakteri
dengan tepat.
·
Bersihkan dan siapkan tempat sebagai
persiapan untuk prosedur infasi/pembedahan.
·
Jaga lingkungan agar tetap steril selama
insersi di tempat tidur.
·
Jaga lingkungan agar tetap steril ketika
mengganti saluran dan botol TPN.
·
jaga kerahasiaan klien ketika melakukan
pemeriksaan invasif
·
Ganti peripheral IV dan balutan berdasarkan
petunjuk CDC.
·
Pastikan keadaan steril saat menangani IV.
·
Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
·
Gunakan kateter untuk mengurangi kejadian
infeksi kandung kemih.
·
Dorong/ajarkan cara nafas dalam dan batuk
yang benar.
·
Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang tepat.
·
Tingkatkan pemasukancairan yang tepat.
·
Banyak istirahat.
·
Lakukan terapi antibiotic yang tepat.
·
Ajarkan pasienuntuk memakan antibiotic sesuai
resep.
·
Ajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya pada tim
kesehatan.
2. Perlindungan terhadap infeksi
Definisi:
Pencegahan dan pendeteksian dini pada pasien yang beresiko infeksi.
Tindakan
:
·
Memeriksa sistem dan tanda-tanda dan
gejala-gejala infeksi.
·
Mengontrol mudahnya terserang infeksi.
·
Mengontrol jumlah granulosit, WBC, dan hasil
yang berbeda.
·
Mengikuti pencegahan dengan neutropenic.
·
Membatasi jumlah pengunjung/pembezuk.
·
Membersihkan pengunjung dari penyakit yang
dapat menular.
·
Menjaga kebersihan pasien yang beresiko.
·
Melakukan teknik isolasi.
·
Memberikan perawatan kulit yang tepat pada
daerah edema.
·
Melihat kondisi kulit dan membrane mukosa
yang memerah, hangat dan mengelupas.
·
Melihat kondisi luka bedah.
·
Mendapatkan pemeliharaan sesuai kebutuhan.
·
Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang cukup.
·
Mendorong pemasukan cairan.
·
Meningkatkan istirahat.
·
Mendorong pernafasan dalam dan batuk.
·
Memberikan agen imunisasi.
·
Menginstruksikan pasien menggunakan
antibiotic sesuai resep.
|
4.
nyeri akut
domain 12: kenyamanan
kelas
1: kenyamanan fisik
defenisi:
sensori dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan oleh kerusakan jaringan
potensial atau actual/ gambaran pada bagian yang rusak tersebut. Tiba-tiba/ memperlambat
intensitas dari ringan sampai berat dengan akhir diantisipasi /diprediksi
berdurasi < 6 bulan
batasan
karakteristik
·
Perubahan nafsu makan
·
Perubahan tekanan darah
·
Perubahan curah jantung
·
Perubahan laju pernafasan
·
Diaporesis
·
Laporan verbal terhadap nyeri
·
Prilaku ekspresif, seperti gelisah, merintih, meringis,
kewaspadaan, lekas marah, mendesah
·
Menjaga prilaku
|
Outcome
yang disarankan
·
Status kenyamanan: fisik
·
Tingkat ketidaknyamanan
·
Kontrol nyeri
·
Tingkat nyeri
·
Tingkat stress
·
Tanda vital
|
3. Manajemen Nyeri
·
melakukan tidakan yang komprehensif mulai dari lokasi nyeri, karakteristik,
durasi, frequensi, kualitas, intensitas, atau keratnya nyeri dan factor yang
berhubungan.
·
observasi isyarat ketidak nyamanan khususnya
pada ketidak mamapuan mengkomunikasikan secara efektif.
·
memberi perhatian perawatan analgesic pada
pasien.
·
menggunakan strategi komunikasi terapeutik
untuk menyampaikan rasa sakit dan menyampaikan penerimaan dari respon pasien
terhadap nyeri.
·
mengeksplorasi pengetahuan pasien dan keyakinan
tentang rasa sakit.
·
mempertimbangkan pengaruh budaya pada respon
nyeri.
·
menentukan dampak dari pengalaman rasa sakit
dari pengalaman nyeri pada kualitas hidup (tidur, nafsu makan, aktivitas,
kognisi, mood, hubungan, kinerja kerja, dan tanggung jawab peran).
·
memberi tahu pasien tentang hal-hal yang dapat
memperburuk nyeri
·
kaji pengalaman nyeri klien dan keluarga, baik
nyeri kronik atau yang menyebabkan ketidaknyamanan.
·
ajarkan prinsip manajemen nyeri
4.
Bantuan Kontrol analgesik pada pasien
·
Berkolaborasi dengan dokter,pasien dan anggota
keluarga untuk memilih tipe obat bius yang digunakan.
·
ajarkan pasien dan keluarga untuk memonitor
intensitas,kualitas,dan durasi nyeri.
·
Hindari penggunaan hidroklorida meperidin
·
Pastikan pasien tidak alergi terhadap
analgesic yang diberikan.
·
Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana
menggunakan perangkat PCA
bantu
pasien dan keluarga untuk menghitung konsentrasi obat yang tepat untuk
cairan, mengingat jumlah cairan yang dikirimkan per jam mel alui perangkat
PCA
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar