Senin, 21 November 2011

konsep postpartum dan perdarahan postpartum

A.    Konsep Dasar Postpartum
Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004)
Nifas/postpartum adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya ± 6 minggu (Depkes RI). Periode Postpartum:
1.      Immediate Puerperium
Terjadi segera setelah persalinan sampai dengan 24 jam sesudah persalinan (0-24 jam sesudah partus)
2.      Early Puerperium
Terjadi pada permulaan puerperium waktu 1 hari sesudah partus sampai dengan 7 hari (1 minggu pertama)
3.      Late Puerperium
Waktu 1 minggu sesudah melahirkan sampai dengan 6 minggu
B.     Perubahan-perubahan Fisik dan Psikologis pada ibu Postpartum
1.    Perubahan Fisik pada Ibu Postpartum
a)   Perubahan sistem reproduksi
Involusi uterus
Involusi uterus adalah kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil, baik dalam bentuk maupun posisi.selain uterus, vagina, ligament uterus, dan otot dasar panggul juga kembali ke keadaan sebelum hamil, kemungkinan terjadinya prolaps uteri makin besar. Selama proses involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lokia yang diganti dengan endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah yang menuju uterus berhenti dan ini disebut iskemia.
Lapisan desidua yang dilepaskan dari dinding uterus disebut lokia. Endometrium baru tumbuh dan terbentuk selama 10 hari postpartum dan menjadi sempurna sekitar 6 minggu. Proses involusi berlansung selama 6 minggu.
Proses involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri(TFU). Pada hari pertama, TFU  diatas simfisis pubis atau sekitar 12 cm. proses ini terus berlansung dengan penurunan TFU 1 cm setiap harinya, sehingga pada hari ke-7 TFU berkisar 5 cm dan pada hari ke-10 TFU tidak teraba di simfisis pubis.
            Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
·         Iskemia Miometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
·         Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
·         Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
·         Efek Oksitosi
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.

Lokia
Lokia keluar dari uterus setelah  bayi lahir sampai dengan 3 atau 4 minggu postpartum. Perubahan lokia terjadi dalam tiga tahap, yaitu lokia rubra, serosa, dan alba. Lokia rubra merupakan darah pertama yang keluar dan berasal dari tempat lepasnya plasenta. Setelah beberapa hari, lokia berubah warnan menjadi kecoklatan yang terdiri dari dari darah dan serum yang berisi leukosit dan jaringan yang disebut lokia serosa. Pada minggu ke-2, lokia berwarna putih kekuningan yang terdiri dari mucus serviks, leukosit, dan jaringan.
Waktu
Warna
Ciri-ciri
Rubra
1-3 hari
Merah kehitaman
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah
Sanguilenta
3-7 hari
Putih bercampur merah
Sisa darah bercampur lender
Serosa
7-14 hari
Kekuningan/ kecoklatan
Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta
Alba
>14 hari
Putih
Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
Ovarium dan tuba Falopi
Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progesterone menurun, sehingga menimbulkan mekanisme timbal-balik dari sirkulasi menstruasi.pada saat inilah di mulai kembali proses ovulasi, sehingga wanita dapat hamil kembali.
b)   Perubahan sistem pencernaan
Setelah kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesterone, sehingga yang menyebabkan nyeri ulu hati(heartburn) dan konstipasi, terutama dalam beberapa hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflex hambatan defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum setelah 24 jam postpartum.
c)    Perubahan sistem perkemihan
Dieresis dapat terjadi setelah 2-3 hari post partum. Dieresis terjadi karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postpartum, kandung kemih mengalami edema, kongesti, dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistensi pada saat kala dua persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan oleh adanya trauma saat persalinan berlansung dan trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam postpartum.
d)   Perubahan sistem endokrin
Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:
  1. Hormon plasenta.
  2. Hormon pituitary.
  3. Hipotalamik pituitary ovarium.
  4. Hormon oksitosin.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita manyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.

Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.
Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG dan HPL secara beransgsur turun dan normal kembali setelah 7 hari postpartum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu setelah 2 hari postpartum. PHL tidak lagi terdapat dalam plasma.
e)    Perubahan sistem kardiovaskular
Curah jantung meningkat selama persalinan dan berlansung sampai kala tiga ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke-3 postpartum
f)    Perubahan sistem hematologi
Leukosit mungkin terjadi selama persalinan, sel darah merah berkisar 15.000 selama persalinan. Peningkatan sel darah putih berkisar antara 25.000-30.000 yang merupakan manifestasi adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini dapat meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah srta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2-3  hari postpartum, kosentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama postpartum, dan  500 ml hilang pada masa nifas).

g)   Perubahan tanda vital
Tekanan darah harus dalam keadaan stabil. Suhu turun secara perlahan, dan stabil pada jam 24 postpartum. Nadi menjadi normal setelah persalinan.
2.    Perubahan Psikologis Ibu Pada postpartum
Perubahan yang mendadak dan dramatis pada status hormonal menyebabkan ibu yang berada dalam masa nifas menjadi sensitive terhadap factor-faktor yang dalam keadaan normal mampu diatasinya. Disamping perubahan hormonal, cadangan fisiknya sering sudah terkuras oleh tuntutan kehamilan serta persalinan, keadaan kurang tidur, lingkungan yang asing baginya dan oleh kecemasannya akan bayi, suami atau anak-anaknya yang lain. Tubuhnya mungkin pula tidak memberikan respon yang baik terhadap obat-obat yanga sing baginya seperti preparat analgesic narkotik yang diberikan pada persalinan.
Periode postpartum menyebabkan stress emosional terhadap ibu baru, bahkan lebih menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat. Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa postpartum, yaitu :
a)    Respos dan dukungan dari keluarga dan teman
b)   Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi
c)    Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain
d)   Pengaruh budaya
Satu atau dua hari postpartum, ibu cenderung pasif dan tergantung. Ia hanya menuruti nasihat, ragu-ragu dalam membuat keputusan, masih berfokus untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, masih menggebu membicarakan pengalaman persalinan. Periode ini diuraikan oleh Rubin terjadi dalam 3 tahap :
1)   Taking in
·      Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
·      Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan
·      Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah gangguan tidur
·      Peningkatan nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya bertambah. Nafsu makan yang kurang menandakan proses pengembalian kondisi ibu tidak berlansung normal.
2)   Taking hold
·      Berlansung 2-4 hari postpartum. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya, menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap janin
·      Perhatian terhadap fungsi-fungsi tubuh (mis.,eliminasi)
·      Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan untuk merawat bayi, misalnya menggendong dan menyusui. Ibu agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukaan hal tersebut, sehingga cenderung menerima nasihat dari bidan karena ia terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi.
3)   Letting go
·      Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
·      Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan berhubungan social.
·      Pada periode ini umumnya terjadi depresi postpartum.
Depresi Postpartum
Banyak ibu mengalami perasaan let down setelah melahirkan sehubungan dengan seriusnya pengalaman waktu melahirkan dan keraguan akan kemampuan mengatasi secara efektif dalam membesarkan anak. Umumnya depresi ini sedang dan mudah berubah dimulai 2-3 hari setelah melahirkan dan dapat diatasi 1-2 minggu kemudian.
Postpartum blues/ baby blues
Kondisi ini adalah periode emosional stress yang terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 setelah persalinan yang tejadi 80% pada ibu postpartum. Karakteristik kondisi ini adalah iritabilitas meningkat, perubahan mood, cemas, pusing, serta perasaan sedih dan sendiri.
Factor yang berperan menyebabkan kondisi ini adalah:
1)        Perubahan kadar hormone yang terjadi  secara cepat
2)        Ketidaknyamanan yang tidak diharapkan(payudara bengkak, nyeri persalinan)
3)        Kecemasan setelah pulang dari rumah sakit atau tempat bersalin
4)        Menyusui ASI
5)        Perubahan pola tidur
Tidak ada perawatan khusus untuk postpartum blues jika tidak ada gejala yang significan. Empati dan dukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih dari 2 minggu diperlukan bantuan professional.
Kesedihan dan duka cita
Proses kehilangan menurut Klaus dan kennel(1982) meliputi tahapan :
1)   Shock(lupa peristiwa)
2)   Denial(menolak)
3)   Depresi(menangis)
4)   Equilibrium dan acceptance(penurunan reaksi emosional, kadang menjadi kesedihan yang kronis)
5)   Reorganization(dukungan mutual antar-orang tua)
Respon terhadap bayi cacat yang mungkin muncul adalah :
1)   Fantasi anak normal vs kenyataan
2)   Shock, tidak percaya, menolak
3)   Frustasi, marah
4)   Menarik diri
Penatalaksanaan untuk keadaan ini :
1)   Jelaskan apa yang terjadi
2)   Dukungan pada orang tua pada pertama kali melihat bayi
3)   Sebelumnya, bidan harus sudah melihat bay terlebih dulu
4)   Menemani dan menyediakan kursi
5)   Sampaikan kelebihan dari bayi
6)   Ulangi penjelasan karena orang tua sulit berkonsentrasi dan mengingat
7)   Ciptakan lingkungan yang aman dan meyakinkan
8)   Ciptakan hubungan saling percaya

Bila bayi meninggal :
1)   Biarkan orang tua bersama bayinya selama mungkin
2)   Temani orang tua, jangan di isolasi
3)   Berikan dukungan
4)   Dengarkan, jangan terlalu banyak penjelasan
5)   Berikan penjelasan yang akurat
6)   Biarkan orang tua melalui proses kehilangan
7)   Bantu persiapan pulang
8)   Menciptakan memori dengan pemberian informasi, megambil foto, cap kali, name band, member nama, melihat bayinya, menggendong/memeluk, merawat bayi(memandikan, memakai baju), menulis di buku kenangan, pemakaman, menanam pohon, menulis surat dan menulis puisi.

A.  Perdarahan PostPartum (HPP)
1.      Pengertian
Perdarahan postpartum adalah kondisi dimana ibu kehilangan darah > 500 ml pada kelahiran pervaginam, dan kehilangan darah > 1000 ml pada kelahiran seksio sesaria. Walaupun hampir sebagian ibu atau lebih mengalami kehilangan banyak darah setelah melahirkan (james,2008). Kehilangan darah dengan frekuensi melebihi batas, khususnya pada pendarahan secara cepat atau perdarahan dari dalam. Pengertian lain dari perdarahan postpartum adalah penurunan hematokrit 10% atau lebih setelah persalinan, atau membutuhkan transfusi darah, walaupun kadar Hb dan Ht tersebut tidak dapat dijadikan patokan yang akurat pada kasus perdarahan.
2.      Klasifikasi perdarahan
·         Early postpartum hemoragic (primary postpartum hemoragic)
Perdarahan postpartum dini biasanya terjadi selama 1 jam pertama setelah kelahiran (James, 2008)
·         Late postpartum hemoragic (secondary postpartum hemoragic)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam atau berlanjut 6-12 minggu setelah kelahiran
3.      Etilogi
Etiologi perdarahan postpartum dini :
a)      Atonia uteri
Pada 80%-90% kasus disebabkan oleh uterine atony. Uterine atony adalah kegagalan kontraksi uterus disekitar arteri endometrial pada bagian plasenta yang akan menyebabkan perdarahan. Relaksasi otot uterus diikuti perdarahan yang cepat dari arteri endometrial pada bagian plasenta, perdarahan berlanjut ke kontraksi serat otot uterus hingga aliran darah berhenti. Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
·         Umur yang terlalu muda / tua
·         Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
·         Partus lama dan partus terlantar
·         Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
·         Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio  plasenta
·         Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
b)      Laserasi  Jalan lahir
robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.
c)      Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
d)     Gangguan koagulasi
Yang didapat maupun kongenital akan memberatkan perdarahan akibat semua sebab-sebab diatas.
e)      Penyebab lainnya yaitu : Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri, komplikasi medis seperti devisiensi vitamin K.
Etiologi perdarahan postpartum lambat :
a)      Tertinggalnya sebagian plasenta
b)      Subinvolusi di daerah insersi plasenta
c)      Dari luka bekas seksio sesaria
Faktor Resiko Perdarahan Post Partum
•   Riwayat kehamilan sebelumnya
a.  Grand multipara (punya anak lebih dari 4 orang)
b.  Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun)
c.  Pernah abortus (keguguran)
d.  Bekas operasi Caesar
e.  Riwayat hemoragi postpartum
•   Berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran
a.  Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep
b.  Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar
c.  Uterus yang kelelahan, persalinan lama
d.  Uterus yang lembek akibat narkosa
e.  Anastesi
4.      Patofisiologi
Atonia uteri merupakan kekurangan tonus otot uterus untuk berkontraksi yang disebabkan oleh partus lama, distensi uterus berlebihan, multi para, anestesi yang dalam, sehingga kontraksi pembuluh darah dan penjepitan pembuluh darah terganggu. Hal inilah yang menyebabkan hemoragi. Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
Laserasi jalan lahir dapat mengakibatkan kerusakan integrasi dinding pembuluh darah, sehingga terjadi robekan dinding pembuluh darah dan menyebabkan hemoragi. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina. Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama ½ jam setelah bayi lahir, karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta atau plasenta melekat erat pada dinding uterus (akreta – perkreta). Retensio plasenta dapat menyebabkan hemoragi, karena dapat menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan penyempitan pembuluh darah. Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Sisa plasenta : sewaktu suatu bagian plasenta – satu atau lebih lobus – tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif. Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi.
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. Inversio uteri terjadi pada grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk), cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim, Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya. Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat.
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik.
Defisiensi vitamin K yang menyebabkan penurunan faktor pembekuan darah dan defek koagulasi dapat menyebabkan terganggunya proses pembekuan darah.Sehingga mudah terjadi hemoragi.
Bila terjadi hemoragi menyebabkan menurunnya volume darah, jumlah eritrosit dan hemoglobin. Sehingga menyebabkan penurunan volume O2 dalam darah. Hal ini dapat menstimulasi kemoreseptor di pusat pneumotaksis dorsal para brakialis pons superfisial yang dapat menyebabkan hiperventilasi alveolar dan terjadi takipnue. Dan juga dapat menstimulasi kemoreseptor dan hipotalamus area preoptik medial yang dapat menyebabkan takikardi. Apabila hal ini berlangsung lama dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel, sehingga menurunkan tekanan pengisian sirkulasi, venous return dan cardiac output. Karena aliran koroner tidak memadai, maka ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardium meningkat. Gangguan miokardium akibat iskemik dan nekrosis fokal memperberat kerusakan miokardium. Sehingga terjadi infak miokard dan syok hemoragic. Apabila tidak ditanggulangi akan menyebabkan kematian.
Apabila sirkulasi ginjal menurun dan dapat menstimulasi baroreseptor yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Hal ini menyebabkan penurunan GFR dan output urin sampai terjadinya oliguri. Disamping itu pengurangan aliran darah ginjal dapat mengakibatkan nekrosis epitel glomerulus dan membran basalis atau nekrosis korteks. Bila membran basalis rusak maka akan terjadi regenerasi sel secara acak yang sering kali mengakibatkan sumbatan atau obstruksi glomerulus ditempat nekrosis yang dapat mengakibatkan deskuamasi dari serl-sel tubulus yang nekrotik dan materi protein lainnya yang kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Kemudian terjadi inflamasi seluler tekanan intra tubulus meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus menurun yang mengakibatkan obstruksi tubulus, hingga terjadinya gagal ginjal akut.
Jika perfusi ke sel menurun, maka terjadi metabolisme anaerob yang meningkatkan produksi piruvat dan asam laktat dan pembentik asetil Ko A. Ini menghasilkan benda-benda keton  seperti aserton, asetoasetic acid butiric acid, Benda-benda keton bersirkulasi ke dalam aliran darah (ketonemia) yang akan menyebabkan asidosis metabolik. Dengan terjadinya asidosis metabolik kemoreseptor pons dan medula oblongata terrsimulasi. Sehingga menyebabkan hiperventilasi alveolar dan terjadi pernafasan kusmaull.
Penurunan sirkulasi O2 ke otak menyebabkan anoksia sel otak. Hal ini mengakibatkan metabolisme anaerob yang meningkatkan produksi piruvat dan asam laktat. Kemoreseptor akan teransang yang menyebabkan terjadinya sensitivitas nosiseptor. Akibatnya terjadi sakit kepala, letargi, kebingungan dan gangguan konsentrasi.

5.      Manifetasi Klinis
·      Uterus tidak berkontraksi dan lembek
·      Perdarahan segera setelah bayi lahir
·      Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar
·      Atonia uteri
·      Darah segar mengalir segera setelah anak lahir
·      Uterus berkontraksi dan keras
·      Plasenta lengkap
·      Pucat
·      Lemah
·      Mengigil R
·      Robekan jalan lahir
·      Plasenta belum lahir setelah 30 menit
·      Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras
·      Tali pusat putus
·      Inversio uteri 

·      Perdarahan lanjutan
·      Retensio plasenta
·      Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
·      Perdarahan segera
·      Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
·      Tertinggalnya sebagian plasenta
·      Uterus tidak teraba
·      Lumen vagina terisi massa
·      Neurogenik syok, pucat dan limbung
·      Inversio uteri



1.      Penatalaksanaan
a.    Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b.    Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c.    Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d.   Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
e.    Atasi syok jika terjadi syok
f.     Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
g.    Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h.    Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i.      Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j.      Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
2.      Asuhan Keperawatan Teoritis
a)      Data Demografi
b)      Riwayat Kesehatan
c)      Pemeriksaan Fisik
·      Keadaan Umum, Tingkat energy , Tingkat kesadaran.
·      BB, TB  , Tanda Vital normal (RR konsisten, Nadi cenderung bradi cardy, suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
·      Kepala : Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi pengecapan; pendengaran, dan leher.
·      Breast : Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan puting susu, stimulation nepple erexi.Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi laktasi/kolostrum. Perabaanpembesaran kelenjar getah bening diketiak.
·      Abdomen : teraba lembut , tekstur Doughy (kenyal), musculus rectus abdominal utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus uterus,  onsistensi (keras, lunak, boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri, perabaan distensi blas.
·      Anogenital, Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina (licin, kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum : Keadaan luka  episiotomy, echimosis, edema, kemerahan, eritema, drainage. Lochia (warna, jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi , 1-3 hr rubra, 4-10 hr serosa, > 10 hr alba), Anus : hemoroid dan trombosis pada anus.
·      Muskoloskeletal : Tanda Homan, edema, tekstur kulit, nyeri bila dipalpasi, kekuatan otot.
d)     Pemeriksaan Labor
·         Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12- 24 jam post partum (jika Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
·         Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.

11 fungsional Gordon
1)    Pola Persepsi Kesehatan
Menanyakan apakah klien sudah mengetahui tentang perdarahan postpartum dan sudah pernah mendengar tentang hal itu.
2)    Pola Nutrisi Metabolik
Perhatikan pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori, protein, vitamin, tinggi serat), freguensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah,
3)    Pola eliminasi
Perhatikan apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa talut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi, rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4)    Pola Aktivitas Latihan
Lihat kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.
5)    Pola Istirahat dan tidur
Seberapa lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah mudah terganggu dengan suarasuara,
posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
6)    Pola Kognitif dan perceptual
Biasanya pada pola ini klien tidak mengalami gangguan, karena klien masih dapat berkomunikasi.
7)    Pola persepsi diri dan konsep diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan klien bila mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek.
8)    Pola Peran dan hubungan
Peran klien sebagai ibu biasanya akan terganggu . Karen penyakit yang dideritanya. Begitu juga hubungan nya dengan orang lain disekitarnya.
9)    Pola sexsual reproduksi
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi koitus atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka episiotomy membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
10)  Pola koping dan toleransi stress
Perubahan peran, respon keluarga, yang bervariasi dapat menjadi pendukung berkurang rasasakit atau nyeri yang dialami pasien.
11)  Pola nilai dan kepercayaan
Tanyakan pada klien tentang nilai dan kepercayaan yang diyakininya. Ini sering kali berpengaruh terhadap intervensi yang akan kita erikan nantinya.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1.  Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
2.  Nyeri b/d perdarahan
3.  Resiko infeksi b/d perdarahan
4.  Resiko shock b/d perdarahan
Diagnosa Nanda, Noc, Nic
NO
NANDA
NOC
NIC

Kekurangan volume cairan
Batasan karakteristik:
   Penurunan status mental
   Penurunan tekanan darah
   Penurunan volume nadi
   Penurunan tekanan nadi
   Penurunan turgor kulit
   Penurunan haluaran urin
   Penurunan pengisian vena
   Kulit kering
   Membrane mukosa kering
   Suhu tubuh meningkat
   Frekuensi nadi meningkat
   Konsentrasi urin meningkat
   Penurunan berat badan yang tiba-tiba (kecuali pada lapisan yang ketiga)
   Kelemahan
   Haus
a.    Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa
Indikator:
      Nadi dalam batas yang diharapkan
      Irama jantung dalam batas yang diharapkan
      Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
      Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan
      Natrium serum dbn
      Kalium serum dbn
      Klorida serum dbn
      Kalsium serum dbn
      Magnesium serum dbn
      PH darah serum dbn
b.    Hidrasi
Indicator:
      Mata cekung tidak tidak ditemukan
      Demam tidak ditemukan
      TD dbn
      Hematokrit DBN
c.    Keseimbangan cairan
Indicator:
a.  Pencegahan perdarahan
Aktivitas:
   Catat kadar HB dan Ht setelah pasien mengalami kehilangan banyak darah
   Pantau factor koagulasi, termasuk protrombin (Pt), waktu paruh tromboplastin (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin, dan kadar platelet dalam darah
   Pantau tanda-tanda vital, osmotic,termasuk TD.
   Atur pasien agar pasien tetap bed rest jika masih ada indikasi perdarahan
   Atur kepatenan/ kualitas produk/ alat yang berhubungan dengan perdarahan
b.  Manajemen elektrolit
Aktivitas :
   Monitor ketidak abnormalan elektrolit serum, yang terpakai
   Pertahankan akses IV secara paten
   Berikan cairan secara tepat
   Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

c.  Manajemen cairan
Aktivitas:
   Hitung haluaran
   Pertahankan intake yang akurat
   Monitor status hidrasi (seperti : kelembapan mukosa membrane, nadi)
   Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP
   Monitor TTV
   Berikan terapi IV
d.  Manajemen hipovolemia
   Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit
   Monitor adanya kehilangan cairan (contoh, perdarahan, muntah)
   Monitor TTV
   Pertahankan aliran infuse intravena
   Atur persediaan produk darah untuk transfuse jika dibutuhkan
   Adakan autotransfusi kehilangan darah dengan tepat
Berikan produk darah (platelet dan plasma)
2
Nyeri Akut
Batasan Karakteristik :
   Adanya laporan secara verbal mengenai nyeri
a.  Kontrol nyeri
   Factor resiko dapat diketahui
   Tindakan pencegahan dapat dilakukan
b.  Tingkat kenyamanan
   Keadaan fisik membaik
   Pasien dapat melakukan control nyeri
c.  Tingkat nyeri
   Frekuensi nyeri berkurang
   Lama waktu nyeri berkurang
   Pasien tidak resah
a.  Manajemen nyeri
   Nilai nyeri dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan penyebab.
   Kaji ketidak nyamanan secara nonverbal
   Kontrol factor lingkungan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan, keributan)
   Mengurangi factor-faktor yang nyeri
   Menyediakan analgesic untuk mengatasi nyeri / istirahat yang adekuat untuk mengurangi nyeri
   Anjurkan untuk tidur / istirahat untuk mengurangi nyeri
3
Resiko syok
Batasan karakteristik:
           Hipotensi
           hipovolemia
a.  Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa
Indikator:
   Nadi dalam batas yang diharapkan
   Irama jantung dalam batas yang diharapkan
   Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
   Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan
   Natrium serum dbn
   Kalium serum dbn
   Klorida serum dbn
   Kalsium serum dbn
   Magnesium serum dbn
   PH darah serum dbn
b.  Hidrasi
Indicator:
   Mata cekung tidak tidak ditemukan
   Demam tidak ditemukan
   TD dbn
   Hematokrit DBN
a.  Manajemen cairan
Aktivitas:
   Hitung haluaran
   Pertahankan intake yang akurat
   Monitor status hidrasi (seperti : kelembapan mukosa membrane, nadi)
   Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP
   Monitor TTV
   Berikan terapi IV
b.  Manajemen hipovolemia
   Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit
   Monitor adanya kehilangan cairan (contoh, perdarahan, muntah)
   Atur persediaan produk darah untuk transfuse jika dibutuhkan
   Adakan autotransfusi kehilangan darah dengan tepat
   Berikan produk darah (platelet dan plasma)
Monitor reaksi darah dengan tepat
c.  Pencegahan syok
Aktivitas:
   Monitor status sirkulasi: BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR , dan ritme, nadi perifer dan kapiler refill.
   Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
   Monitor input dan output
   Pantau nilai labor : khususnya Hb, Ht, factor pembekuan, ABG dan elektrolit
Monitor kompensasi awal respon kehilangan cairan : peningkatan HR, penurunan BP, hipotensi ortostatik, penurunan haluaran urin, penyempitan tekanan nadi, penurunan kapiler refill, ketakutan, kulit, kulit dingin dan pucat, deforesis.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart,s (1996). Textbook of Medical Surgical Nursing 2. Philadelpia: JB. Lippincot Company
Klein, S (1997). A Book Midwives; The Hesperien Foundation. CA: Berkeley                  
Lowdermilk, dkk (1995). Maternity Nuring, Fifth Edition. Philadelpia: Mosby Year Book
Mckinney, Emily Slone, dkk. 2009. Maternal Child Nursing. Canada: Library of Congress Catologing in Publication Data
Prawirohardjo Sarwono & EdiWiknjosastro H (1997). Ilmu Kandungan. Jakarta: Gramedia
Subowo (1993), Imunologi Klinik. Bandung: Angkasa

by : Widia, Oryza, Trinovalaila, Sherli, Faraditha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar