A.
Konsep
Dasar Postpartum
Periode
postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004)
Nifas/postpartum
adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya ± 6 minggu (Depkes RI). Periode
Postpartum:
1. Immediate Puerperium
Terjadi segera setelah persalinan sampai
dengan 24 jam sesudah persalinan (0-24 jam sesudah partus)
2. Early Puerperium
Terjadi pada permulaan puerperium waktu
1 hari sesudah partus sampai dengan 7 hari (1 minggu pertama)
3. Late Puerperium
Waktu 1 minggu sesudah
melahirkan sampai dengan 6 minggu
B. Perubahan-perubahan Fisik dan
Psikologis pada ibu Postpartum
1.
Perubahan
Fisik pada Ibu Postpartum
a)
Perubahan
sistem reproduksi
Involusi
uterus
Involusi uterus
adalah kembalinya uterus kepada keadaan sebelum hamil, baik dalam bentuk maupun
posisi.selain uterus, vagina, ligament uterus, dan otot dasar panggul juga
kembali ke keadaan sebelum hamil, kemungkinan terjadinya prolaps uteri makin
besar. Selama proses involusi, uterus menipis dan mengeluarkan lokia yang
diganti dengan endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta terlepas,
otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah yang menuju uterus berhenti
dan ini disebut iskemia.
Lapisan desidua yang dilepaskan dari dinding uterus
disebut lokia. Endometrium baru tumbuh dan terbentuk selama 10 hari postpartum
dan menjadi sempurna sekitar 6 minggu. Proses involusi berlansung selama 6
minggu.
Proses
involusi uterus disertai dengan penurunan tinggi fundus uteri(TFU). Pada hari
pertama, TFU diatas simfisis pubis atau
sekitar 12 cm. proses ini terus berlansung dengan penurunan TFU 1 cm setiap
harinya, sehingga pada hari ke-7 TFU berkisar 5 cm dan pada hari ke-10 TFU
tidak teraba di simfisis pubis.
Proses
involusi uterus adalah sebagai berikut:
·
Iskemia Miometrium
Hal
ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus
setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
·
Atrofi jaringan
Atrofi
jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat pelepasan
plasenta.
·
Autolysis
Merupakan
proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum
hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
·
Efek Oksitosi
Oksitosin
menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan
pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses
ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta
mengurangi perdarahan.
Lokia
Lokia keluar dari uterus
setelah bayi lahir sampai dengan 3 atau
4 minggu postpartum. Perubahan lokia terjadi dalam tiga tahap, yaitu lokia
rubra, serosa, dan alba. Lokia rubra merupakan darah pertama yang keluar dan
berasal dari tempat lepasnya plasenta. Setelah beberapa hari, lokia berubah
warnan menjadi kecoklatan yang terdiri dari dari darah dan serum yang berisi
leukosit dan jaringan yang disebut lokia serosa. Pada minggu ke-2, lokia
berwarna putih kekuningan yang terdiri dari mucus serviks, leukosit, dan
jaringan.
Waktu
|
Warna
|
Ciri-ciri
|
|
Rubra
|
1-3
hari
|
Merah
kehitaman
|
Terdiri
dari sel desidua,
verniks caseosa,
rambut lanugo, sisa mekoneum
dan sisa darah
|
Sanguilenta
|
3-7
hari
|
Putih
bercampur merah
|
Sisa
darah bercampur lender
|
Serosa
|
7-14
hari
|
Kekuningan/
kecoklatan
|
|
Alba
|
>14
hari
|
Putih
|
Mengandung
leukosit, selaput lendir serviks dan
serabut jaringan yang mati.
|
Ovarium dan tuba Falopi
Setelah kelahiran plasenta,
produksi estrogen dan progesterone menurun, sehingga menimbulkan mekanisme
timbal-balik dari sirkulasi menstruasi.pada saat inilah di mulai kembali proses
ovulasi, sehingga wanita dapat hamil kembali.
b)
Perubahan
sistem pencernaan
Setelah
kelahiran plasenta, terjadi pula penurunan produksi progesterone, sehingga yang
menyebabkan nyeri ulu hati(heartburn) dan konstipasi, terutama dalam beberapa
hari pertama. Hal ini terjadi karena inaktivitas motilitas usus akibat
kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflex hambatan
defekasi karena adanya rasa nyeri pada perineum setelah 24 jam postpartum.
c)
Perubahan
sistem perkemihan
Dieresis dapat
terjadi setelah 2-3 hari post partum. Dieresis terjadi karena saluran urinaria
mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu
postpartum. Pada awal postpartum, kandung kemih mengalami edema, kongesti, dan
hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistensi pada saat kala dua
persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan oleh adanya trauma saat persalinan
berlansung dan trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam postpartum.
d)
Perubahan
sistem endokrin
Pengeluaran
plasenta menyebabkan
penurunan hormon yang diproduksi
oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan
cepat pasca persalinan.
Penurunan hormon plasenta (human
placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai
10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai
onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
Hormon pituitary antara
lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah meningkat dengan
cepat, pada wanita
tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. Hormon
prolaktin berperan dalam
pembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi
folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
Hipotalamik
pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita manyusui
mendapatkan menstruasi
pada 6 minggu pasca
melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan.
Sedangkan pada wanita
yang tidak
menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40%
setelah 6 minggu pasca
melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
Hormon oksitosin disekresikan
dari kelenjar otak
bagian belakang, bekerja terhadap otot
uterus dan jaringan payudara. Selama tahap
ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah perdarahan.
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat
membantu involusi uteri.
Hormon
estrogen dan progesteron.
Volume darah normal selama kehamilan,
akan meningkat. Hormon
estrogen yang tinggi
memperbesar hormon
anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal,
usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.
Saat
plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG dan HPL secara beransgsur
turun dan normal kembali setelah 7 hari postpartum. HCG tidak terdapat dalam
urine ibu setelah 2 hari postpartum. PHL tidak lagi terdapat dalam plasma.
e)
Perubahan
sistem kardiovaskular
Curah jantung
meningkat selama persalinan dan berlansung sampai kala tiga ketika volume darah
uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan
akan kembali normal pada akhir minggu ke-3 postpartum
f)
Perubahan
sistem hematologi
Leukosit
mungkin terjadi selama persalinan, sel darah merah berkisar 15.000 selama
persalinan. Peningkatan sel darah putih berkisar antara 25.000-30.000 yang
merupakan manifestasi adanya infeksi pada persalinan lama. Hal ini dapat
meningkat pada awal nifas yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan
darah srta volume plasma dan volume sel darah merah. Pada 2-3 hari postpartum, kosentrasi hematokrit
menurun sekitar 2% atau lebih. Total kehilangan darah pada saat persalinan,
500-800 ml hilang pada minggu pertama postpartum, dan 500 ml hilang pada masa nifas).
g)
Perubahan
tanda vital
Tekanan darah
harus dalam keadaan stabil. Suhu turun secara perlahan, dan stabil pada jam 24
postpartum. Nadi menjadi normal setelah persalinan.
2.
Perubahan
Psikologis Ibu Pada postpartum
Perubahan
yang mendadak dan dramatis pada status hormonal menyebabkan ibu yang berada
dalam masa nifas menjadi sensitive terhadap factor-faktor yang dalam keadaan
normal mampu diatasinya. Disamping perubahan hormonal, cadangan fisiknya sering
sudah terkuras oleh tuntutan kehamilan serta persalinan, keadaan kurang tidur,
lingkungan yang asing baginya dan oleh kecemasannya akan bayi, suami atau
anak-anaknya yang lain. Tubuhnya mungkin pula tidak memberikan respon yang baik
terhadap obat-obat yanga sing baginya seperti preparat analgesic narkotik yang
diberikan pada persalinan.
Periode
postpartum menyebabkan stress emosional terhadap ibu baru, bahkan lebih
menyulitkan bila terjadi perubahan fisik yang hebat. Factor-faktor yang
mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa
postpartum, yaitu :
a)
Respos dan dukungan dari keluarga dan
teman
b)
Hubungan antara pengalaman melahirkan
dan harapan serta aspirasi
c)
Pengalaman melahirkan dan membesarkan
anak yang lain
d)
Pengaruh budaya
Satu atau dua hari postpartum, ibu cenderung pasif
dan tergantung. Ia hanya menuruti nasihat, ragu-ragu dalam membuat keputusan,
masih berfokus untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, masih menggebu membicarakan
pengalaman persalinan. Periode ini diuraikan oleh Rubin terjadi dalam 3 tahap :
1) Taking
in
· Periode
ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu pada umumnya pasif dan tergantung,
perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
· Ibu
akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan
· Tidur
tanpa gangguan sangat penting untuk mencegah gangguan tidur
· Peningkatan
nutrisi mungkin dibutuhkan karena selera makan ibu biasanya bertambah. Nafsu
makan yang kurang menandakan proses pengembalian kondisi ibu tidak berlansung
normal.
2) Taking
hold
· Berlansung
2-4 hari postpartum. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya, menjadi orang tua
yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap janin
· Perhatian
terhadap fungsi-fungsi tubuh (mis.,eliminasi)
· Ibu
berusaha keras untuk menguasai keterampilan untuk merawat bayi, misalnya
menggendong dan menyusui. Ibu agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam
melakukaan hal tersebut, sehingga cenderung menerima nasihat dari bidan karena
ia terbuka untuk menerima pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi.
3) Letting
go
· Terjadi
setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian
yang diberikan oleh keluarga.
· Ibu
mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus beradaptasi dengan
kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang menyebabkan berkurangnya hak ibu
dalam kebebasan dan berhubungan social.
· Pada
periode ini umumnya terjadi depresi postpartum.
Depresi Postpartum
Banyak
ibu mengalami perasaan let down setelah melahirkan sehubungan dengan seriusnya
pengalaman waktu melahirkan dan keraguan akan kemampuan mengatasi secara
efektif dalam membesarkan anak. Umumnya depresi ini sedang dan mudah berubah
dimulai 2-3 hari setelah melahirkan dan dapat diatasi 1-2 minggu kemudian.
Postpartum blues/ baby blues
Kondisi
ini adalah periode emosional stress yang terjadi antara hari ke-3 dan ke-10
setelah persalinan yang tejadi 80% pada ibu postpartum. Karakteristik kondisi
ini adalah iritabilitas meningkat, perubahan mood, cemas, pusing, serta
perasaan sedih dan sendiri.
Factor yang berperan
menyebabkan kondisi ini adalah:
1)
Perubahan kadar hormone yang terjadi secara cepat
2)
Ketidaknyamanan yang tidak
diharapkan(payudara bengkak, nyeri persalinan)
3)
Kecemasan setelah pulang dari rumah
sakit atau tempat bersalin
4)
Menyusui ASI
5)
Perubahan pola tidur
Tidak
ada perawatan khusus untuk postpartum blues jika tidak ada gejala yang
significan. Empati dan dukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika
gejala tetap ada lebih dari 2 minggu diperlukan bantuan professional.
Kesedihan
dan duka cita
Proses
kehilangan menurut Klaus dan kennel(1982) meliputi tahapan :
1) Shock(lupa
peristiwa)
2) Denial(menolak)
3) Depresi(menangis)
4) Equilibrium
dan acceptance(penurunan reaksi emosional, kadang menjadi kesedihan yang
kronis)
5) Reorganization(dukungan
mutual antar-orang tua)
Respon
terhadap bayi cacat yang mungkin muncul adalah :
1)
Fantasi anak normal vs kenyataan
2)
Shock, tidak percaya, menolak
3)
Frustasi, marah
4)
Menarik diri
Penatalaksanaan
untuk keadaan ini :
1)
Jelaskan apa yang terjadi
2)
Dukungan pada orang tua pada pertama
kali melihat bayi
3)
Sebelumnya, bidan harus sudah melihat
bay terlebih dulu
4)
Menemani dan menyediakan kursi
5)
Sampaikan kelebihan dari bayi
6)
Ulangi penjelasan karena orang tua sulit
berkonsentrasi dan mengingat
7)
Ciptakan lingkungan yang aman dan
meyakinkan
8)
Ciptakan hubungan saling percaya
Bila
bayi meninggal :
1)
Biarkan orang tua bersama bayinya selama
mungkin
2)
Temani orang tua, jangan di isolasi
3)
Berikan dukungan
4)
Dengarkan, jangan terlalu banyak
penjelasan
5)
Berikan penjelasan yang akurat
6)
Biarkan orang tua melalui proses
kehilangan
7)
Bantu persiapan pulang
8)
Menciptakan memori dengan pemberian
informasi, megambil foto, cap kali, name band, member nama, melihat bayinya,
menggendong/memeluk, merawat bayi(memandikan, memakai baju), menulis di buku
kenangan, pemakaman, menanam pohon, menulis surat dan menulis puisi.
A. Perdarahan PostPartum (HPP)
1.
Pengertian
Perdarahan postpartum adalah kondisi
dimana ibu kehilangan darah > 500 ml pada kelahiran pervaginam, dan
kehilangan darah > 1000 ml pada kelahiran seksio sesaria. Walaupun hampir
sebagian ibu atau lebih mengalami kehilangan banyak darah setelah melahirkan
(james,2008). Kehilangan darah dengan frekuensi melebihi batas, khususnya pada
pendarahan secara cepat atau perdarahan dari dalam. Pengertian lain dari
perdarahan postpartum adalah penurunan hematokrit 10% atau lebih setelah
persalinan, atau membutuhkan transfusi darah, walaupun kadar Hb dan Ht tersebut
tidak dapat dijadikan patokan yang akurat pada kasus perdarahan.
2.
Klasifikasi
perdarahan
·
Early postpartum hemoragic (primary
postpartum hemoragic)
Perdarahan
postpartum dini biasanya terjadi selama 1 jam pertama setelah kelahiran (James,
2008)
·
Late postpartum hemoragic (secondary
postpartum hemoragic)
Perdarahan yang terjadi setelah 24
jam atau berlanjut 6-12 minggu setelah kelahiran
3. Etilogi
Etiologi
perdarahan postpartum dini :
a) Atonia
uteri
Pada 80%-90% kasus disebabkan oleh uterine atony.
Uterine atony adalah kegagalan kontraksi uterus disekitar arteri endometrial
pada bagian plasenta yang akan menyebabkan perdarahan. Relaksasi otot uterus
diikuti perdarahan yang cepat dari arteri endometrial pada bagian plasenta,
perdarahan berlanjut ke kontraksi serat otot uterus hingga aliran darah
berhenti. Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
·
Umur yang terlalu muda / tua
·
Prioritas sering di jumpai pada
multipara dan grande mutipara
·
Partus lama dan partus terlantar
·
Uterus terlalu regang dan besar misal
pada gemelli, hidromnion / janin besar
·
Kelainan pada uterus seperti mioma
uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta
·
Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
b) Laserasi Jalan lahir
robekan
perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang
banyak apabila tidak segera di reparasi.
c)
Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat
pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
d) Gangguan
koagulasi
Yang
didapat maupun kongenital akan memberatkan perdarahan akibat semua sebab-sebab
diatas.
e) Penyebab
lainnya yaitu : Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi
uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri,
Inversio uteri, komplikasi medis seperti devisiensi vitamin K.
Etiologi perdarahan postpartum
lambat :
a) Tertinggalnya
sebagian plasenta
b) Subinvolusi
di daerah insersi plasenta
c) Dari
luka bekas seksio sesaria
Faktor
Resiko Perdarahan Post Partum
• Riwayat kehamilan sebelumnya
a. Grand multipara (punya anak lebih dari 4
orang)
b. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua
tahun)
c. Pernah abortus (keguguran)
d. Bekas operasi Caesar
e. Riwayat hemoragi postpartum
• Berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran
a. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai
contoh setelah ekstraksi vakum, forsep
b. Uterus terlalu teregang, misalnya pada
hidramnion, kehamilan kembar, anak besar
c. Uterus yang kelelahan, persalinan lama
d. Uterus yang lembek akibat narkosa
e. Anastesi
4.
Patofisiologi
Atonia uteri merupakan kekurangan tonus otot uterus
untuk berkontraksi yang disebabkan oleh partus lama, distensi uterus
berlebihan, multi para, anestesi yang dalam, sehingga kontraksi pembuluh darah
dan penjepitan pembuluh darah terganggu. Hal inilah yang menyebabkan hemoragi.
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera
setelah anak lahir (perdarahan postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang
timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
Laserasi
jalan lahir dapat mengakibatkan kerusakan integrasi dinding pembuluh darah,
sehingga terjadi robekan dinding pembuluh darah dan menyebabkan hemoragi.
Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan
oleh robekan servik atau vagina. Gejala yang selalu ada: perdarahan segera,
darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta
baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
Retensio
plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama ½ jam setelah bayi
lahir, karena kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta atau
plasenta melekat erat pada dinding uterus (akreta – perkreta). Retensio
plasenta dapat menyebabkan hemoragi, karena dapat menyebabkan gangguan
kontraksi uterus dan penyempitan pembuluh darah. Gejala yang selalu ada:
plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus
baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi
berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Sisa
plasenta : sewaktu suatu bagian plasenta – satu atau lebih lobus – tertinggal,
maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif. Gejala yang selalu ada :
plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan
perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Subinvolusi
adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi. Biasanya tanda
dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu
pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari
yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke
bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia yang tetap bertahan dalam
bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai
terjadi kasus subinvolusi.
Inversio
Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi
sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Inversio uteri terjadi pada grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat
kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk), cara Crade
yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan,
perlekatan plasenta pada dinding rahim, Uterus yang lembek, lemah, tipis
dindingnya. Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi
massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan
nyeri sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan
pucat.
Hematoma
terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai
warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik.
Defisiensi
vitamin K yang menyebabkan penurunan faktor pembekuan darah dan defek koagulasi
dapat menyebabkan terganggunya proses pembekuan darah.Sehingga mudah terjadi
hemoragi.
Bila
terjadi hemoragi menyebabkan menurunnya volume darah, jumlah eritrosit dan
hemoglobin. Sehingga menyebabkan penurunan volume O2 dalam darah. Hal ini dapat
menstimulasi kemoreseptor di pusat pneumotaksis dorsal para brakialis pons
superfisial yang dapat menyebabkan hiperventilasi alveolar dan terjadi
takipnue. Dan juga dapat menstimulasi kemoreseptor dan hipotalamus area
preoptik medial yang dapat menyebabkan takikardi. Apabila hal ini berlangsung
lama dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel, sehingga menurunkan tekanan pengisian
sirkulasi, venous return dan cardiac output. Karena aliran koroner tidak
memadai, maka ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen terhadap
miokardium meningkat. Gangguan miokardium akibat iskemik dan nekrosis fokal
memperberat kerusakan miokardium. Sehingga terjadi infak miokard dan syok
hemoragic. Apabila tidak ditanggulangi akan menyebabkan kematian.
Apabila
sirkulasi ginjal menurun dan dapat menstimulasi baroreseptor yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah. Hal ini menyebabkan penurunan GFR dan output
urin sampai terjadinya oliguri. Disamping itu pengurangan aliran darah ginjal
dapat mengakibatkan nekrosis epitel glomerulus dan membran basalis atau
nekrosis korteks. Bila membran basalis rusak maka akan terjadi regenerasi sel
secara acak yang sering kali mengakibatkan sumbatan atau obstruksi glomerulus
ditempat nekrosis yang dapat mengakibatkan deskuamasi dari serl-sel tubulus
yang nekrotik dan materi protein lainnya yang kemudian membentuk
silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus. Kemudian terjadi inflamasi
seluler tekanan intra tubulus meningkat sehingga tekanan filtrasi glomerulus
menurun yang mengakibatkan obstruksi tubulus, hingga terjadinya gagal ginjal
akut.
Jika
perfusi ke sel menurun, maka terjadi metabolisme anaerob yang meningkatkan
produksi piruvat dan asam laktat dan pembentik asetil Ko A. Ini menghasilkan
benda-benda keton seperti aserton,
asetoasetic acid butiric acid, Benda-benda keton bersirkulasi ke dalam aliran
darah (ketonemia) yang akan menyebabkan asidosis metabolik. Dengan terjadinya
asidosis metabolik kemoreseptor pons dan medula oblongata terrsimulasi.
Sehingga menyebabkan hiperventilasi alveolar dan terjadi pernafasan kusmaull.
Penurunan
sirkulasi O2 ke otak menyebabkan anoksia sel otak. Hal ini mengakibatkan
metabolisme anaerob yang meningkatkan produksi piruvat dan asam laktat.
Kemoreseptor akan teransang yang menyebabkan terjadinya sensitivitas
nosiseptor. Akibatnya terjadi sakit kepala, letargi, kebingungan dan gangguan
konsentrasi.
5.
Manifetasi
Klinis
· Uterus
tidak berkontraksi dan lembek
· Perdarahan
segera setelah bayi lahir
· Bekuan
darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah
keluar
· Atonia
uteri
· Darah
segar mengalir segera setelah anak lahir
· Uterus
berkontraksi dan keras
· Plasenta
lengkap
· Pucat
· Lemah
· Mengigil
R
· Robekan
jalan lahir
· Plasenta
belum lahir setelah 30 menit
· Perdarahan
segera, uterus berkontraksi dan keras
· Tali
pusat putus
· Inversio
uteri
· Perdarahan
lanjutan
· Retensio
plasenta
· Plasenta
atau sebagian selaput tidak lengkap
· Perdarahan
segera
· Uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
· Tertinggalnya
sebagian plasenta
· Uterus
tidak teraba
· Lumen
vagina terisi massa
· Neurogenik
syok, pucat dan limbung
· Inversio
uteri
1.
Penatalaksanaan
a. Ketahui
secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin
persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu
siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera
lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi
e. Atasi
syok jika terjadi syok
f. Pastikan
kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus,
beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan
tetesan 40 tetes/menit ).
g. Pastikan
plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
h. Bila
perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang
kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j.
Lakukan observasi ketat pada 2 jam
pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam
berikutnya.
2.
Asuhan
Keperawatan Teoritis
a) Data
Demografi
b) Riwayat
Kesehatan
c)
Pemeriksaan Fisik
· Keadaan
Umum, Tingkat energy , Tingkat kesadaran.
· BB,
TB , Tanda Vital normal (RR konsisten,
Nadi cenderung bradi cardy, suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
· Kepala
: Rambut, Wajah, Mata (conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi pengecapan;
pendengaran, dan leher.
· Breast
: Pembesaran, simetris, pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan puting
susu, stimulation nepple erexi.Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri,
produksi laktasi/kolostrum. Perabaanpembesaran kelenjar getah bening diketiak.
· Abdomen
: teraba lembut , tekstur Doughy (kenyal), musculus rectus abdominal utuh
(intact) atau terdapat diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus uterus, onsistensi (keras, lunak, boggy), lokasi,
kontraksi uterus, nyeri, perabaan distensi blas.
· Anogenital,
Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina (licin,
kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum : Keadaan luka episiotomy, echimosis, edema, kemerahan,
eritema, drainage. Lochia (warna, jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi ,
1-3 hr rubra, 4-10 hr serosa, > 10 hr alba), Anus : hemoroid dan trombosis
pada anus.
· Muskoloskeletal
: Tanda Homan, edema, tekstur kulit, nyeri bila dipalpasi, kekuatan otot.
d) Pemeriksaan
Labor
·
Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12- 24
jam post partum (jika Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit,
leukosit, Trombosit.
·
Klien dengan Dower Kateter diperlukan
culture urine.
11 fungsional Gordon
1) Pola Persepsi Kesehatan
Menanyakan
apakah klien sudah mengetahui tentang perdarahan postpartum dan sudah pernah
mendengar tentang hal itu.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Perhatikan
pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori, protein,
vitamin, tinggi serat), freguensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu
makan, pola minum, jumlah,
3) Pola eliminasi
Perhatikan
apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya
infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi
blass atau tidak atau retensi urine karena rasa talut luka episiotomi, apakah
perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi, rasa takut BAB karena
luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Pola Aktivitas Latihan
Lihat
kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan merawat diri
dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.
5) Pola Istirahat dan tidur
Seberapa
lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat,
penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah mudah terganggu
dengan suarasuara,
posisi saat tidur
(penekanan pada perineum).
6) Pola Kognitif dan perceptual
Biasanya
pada pola ini klien tidak mengalami gangguan, karena klien masih dapat
berkomunikasi.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Sikap
penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu tentang
tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan klien bila
mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek.
8) Pola Peran dan hubungan
Peran
klien sebagai ibu biasanya akan terganggu . Karen penyakit yang dideritanya.
Begitu juga hubungan nya dengan orang lain disekitarnya.
9) Pola sexsual reproduksi
Bagaimana
pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi koitus atau
hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan
melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan
dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka episiotomy
membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
10) Pola koping dan toleransi stress
Perubahan
peran, respon keluarga, yang bervariasi dapat menjadi pendukung berkurang
rasasakit atau nyeri yang dialami pasien.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Tanyakan pada
klien tentang nilai dan kepercayaan yang diyakininya. Ini sering kali
berpengaruh terhadap intervensi yang akan kita erikan nantinya.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul :
1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan
pervaginam
2. Nyeri b/d perdarahan
3. Resiko infeksi b/d perdarahan
4. Resiko shock b/d perdarahan
Diagnosa Nanda, Noc, Nic
NO
|
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
|
Kekurangan
volume cairan
Batasan
karakteristik:
• Penurunan status mental
• Penurunan tekanan darah
• Penurunan volume nadi
• Penurunan tekanan nadi
• Penurunan turgor kulit
• Penurunan haluaran urin
• Penurunan pengisian vena
• Kulit kering
• Membrane mukosa kering
• Suhu tubuh meningkat
• Frekuensi nadi meningkat
• Konsentrasi urin meningkat
• Penurunan berat badan yang tiba-tiba
(kecuali pada lapisan yang ketiga)
• Kelemahan
• Haus
|
a. Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa
Indikator:
• Nadi dalam batas yang diharapkan
• Irama jantung dalam batas yang
diharapkan
• Frekuensi nafas dalam batas yang
diharapkan
• Irama pernapasan dalam batas yang
diharapkan
• Natrium serum dbn
• Kalium serum dbn
• Klorida serum dbn
• Kalsium serum dbn
• Magnesium serum dbn
• PH darah serum dbn
b. Hidrasi
Indicator:
• Mata cekung tidak tidak ditemukan
• Demam tidak ditemukan
• TD dbn
• Hematokrit DBN
c. Keseimbangan cairan
Indicator:
|
a. Pencegahan perdarahan
Aktivitas:
• Catat kadar HB dan Ht setelah pasien
mengalami kehilangan banyak darah
• Pantau factor koagulasi, termasuk
protrombin (Pt), waktu paruh tromboplastin (PTT), fibrinogen, degradasi
fibrin, dan kadar platelet dalam darah
• Pantau tanda-tanda vital, osmotic,termasuk
TD.
• Atur pasien agar pasien tetap bed rest jika
masih ada indikasi perdarahan
• Atur kepatenan/ kualitas produk/ alat yang
berhubungan dengan perdarahan
b. Manajemen elektrolit
Aktivitas
:
• Monitor ketidak abnormalan elektrolit
serum, yang terpakai
• Pertahankan akses IV secara paten
• Berikan cairan secara tepat
• Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat
c. Manajemen cairan
Aktivitas:
• Hitung haluaran
• Pertahankan intake yang akurat
• Monitor status hidrasi (seperti :
kelembapan mukosa membrane, nadi)
• Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
MAP, PAP
• Monitor TTV
• Berikan terapi IV
d. Manajemen hipovolemia
• Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit
• Monitor adanya kehilangan cairan (contoh,
perdarahan, muntah)
• Monitor TTV
• Pertahankan aliran infuse intravena
• Atur persediaan produk darah untuk
transfuse jika dibutuhkan
• Adakan autotransfusi kehilangan darah
dengan tepat
Berikan
produk darah (platelet dan plasma)
|
2
|
Nyeri
Akut
Batasan
Karakteristik :
• Adanya laporan secara verbal mengenai nyeri
|
a. Kontrol nyeri
• Factor resiko dapat diketahui
• Tindakan pencegahan dapat dilakukan
b. Tingkat kenyamanan
• Keadaan fisik membaik
• Pasien dapat melakukan control nyeri
c. Tingkat nyeri
• Frekuensi nyeri berkurang
• Lama waktu nyeri berkurang
• Pasien tidak resah
|
a. Manajemen nyeri
• Nilai nyeri dimulai dari lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan penyebab.
• Kaji ketidak nyamanan secara nonverbal
• Kontrol factor lingkungan yang dapat
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan,
keributan)
• Mengurangi factor-faktor yang nyeri
• Menyediakan analgesic untuk mengatasi nyeri
/ istirahat yang adekuat untuk mengurangi nyeri
• Anjurkan untuk tidur / istirahat untuk
mengurangi nyeri
|
3
|
Resiko
syok
Batasan
karakteristik:
• Hipotensi
• hipovolemia
|
a. Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa
Indikator:
• Nadi dalam batas yang diharapkan
• Irama jantung dalam batas yang diharapkan
• Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
• Irama pernapasan dalam batas yang
diharapkan
• Natrium serum dbn
• Kalium serum dbn
• Klorida serum dbn
• Kalsium serum dbn
• Magnesium serum dbn
• PH darah serum dbn
b. Hidrasi
Indicator:
• Mata cekung tidak tidak ditemukan
• Demam tidak ditemukan
• TD dbn
• Hematokrit DBN
|
a. Manajemen cairan
Aktivitas:
• Hitung haluaran
• Pertahankan intake yang akurat
• Monitor status hidrasi (seperti :
kelembapan mukosa membrane, nadi)
• Monitor status hemodinamik termasuk CVP,
MAP, PAP
• Monitor TTV
• Berikan terapi IV
b. Manajemen hipovolemia
• Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit
• Monitor adanya kehilangan cairan (contoh,
perdarahan, muntah)
• Atur persediaan produk darah untuk transfuse
jika dibutuhkan
• Adakan autotransfusi kehilangan darah
dengan tepat
• Berikan produk darah (platelet dan plasma)
Monitor
reaksi darah dengan tepat
c. Pencegahan syok
Aktivitas:
• Monitor status sirkulasi: BP, warna kulit,
suhu kulit, denyut jantung, HR , dan ritme, nadi perifer dan kapiler refill.
• Monitor tanda inadekuat oksigenasi
jaringan.
• Monitor input dan output
• Pantau nilai labor : khususnya Hb, Ht,
factor pembekuan, ABG dan elektrolit
Monitor
kompensasi awal respon kehilangan cairan : peningkatan HR, penurunan BP,
hipotensi ortostatik, penurunan haluaran urin, penyempitan tekanan nadi,
penurunan kapiler refill, ketakutan, kulit, kulit dingin dan pucat,
deforesis.
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart,s (1996). Textbook of Medical Surgical Nursing 2. Philadelpia:
JB. Lippincot Company
Klein,
S (1997). A Book Midwives; The Hesperien
Foundation. CA: Berkeley
Lowdermilk, dkk (1995). Maternity Nuring, Fifth Edition. Philadelpia:
Mosby Year Book
Mckinney, Emily Slone, dkk. 2009. Maternal Child Nursing. Canada: Library
of Congress Catologing in Publication Data
Prawirohardjo
Sarwono & EdiWiknjosastro H (1997). Ilmu
Kandungan. Jakarta: Gramedia
Subowo
(1993), Imunologi Klinik. Bandung:
Angkasa
by : Widia, Oryza, Trinovalaila, Sherli, Faraditha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar