BAB I
PENDAHULUAN
Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari
lingkungan yang mengandung mikroba patogen di sekelilingnya. Mikroba
tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen
yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respons
imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga
berbeda. Umumnya gambaran biologik spesifik mikroba menentukan mekanisme imun
mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri
khususnya bakteri ekstraselular atau bakteri intraselular mempunyai
karakteristik tertentu pula.
Tubuh manusia akan
selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari,
dan polusi. Stres emosional atau fisiologis dari kejadian ini adalah tantangan
lain untuk mempertahankan tubuh yang sehat. Biasanya kita dilindungi oleh
sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup
lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan negatif,
bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh,
dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal.
Penerapan kedokteran
klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi bakteri
dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan antivirus dan infeksi parasit
dengan antiparasit terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh,
sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres emosional diobati dengan
antidepresan atau obat penenang. Kekebalan depresi disebabkan oleh kekurangan
gizi jarang diobati sama sekali, bahkan jika diakui, dan kemudian oleh saran
untuk mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. bakteri
Bakteri,
dari kata latin bacterium
(jamak, bacteria),
adalah kelompok terbanyak dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik)
dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif
sederhana tanpa nukleus/inti sel, sitoskeleton,
dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Bakteri merupakan
prokariota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih
kompleks, disebut eukariota. Istilah “bakteri” telah diterapkan untuk semua
prokariota atau untuk kelompok besar mereka, tergantung pada gagasan mengenai
hubungan mereka.
Sebagian patogen merupakan bakteri. Ukuran bakteri 0,5-5 μm, dan
ada beberapa jenis yang mencapai diameter 0,3 mm (Thiomargarita). Memiliki dinding sel, seperti
sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan).
Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari
flagela kelompok lain.
Menurut
sifat patologik dinding sel, mikroorganisme dapat dibagi menjadi negatif-Gram, positif-Gram,
mikrobakterium dan spyrochaet. Permukaan bakteri dilapisi kapsul yang
protektif. Protein dan poliskarida yang ada dalam struktur tersebut merangsang
sistem imun humoral tubuh
untuk membentuk antibodi.
Diluar
membran plasma, bakteri memiliki dinding sel yang terdiri atas mukopeptida yang
disebut peptidoglikan. Bagian ini biasanya
merupakan sasaran lisozim. Bakteri negatif-Gram memiliki membran yang
mengandung protein dan lipopoliskarida/LPS atau endotoksin.
Struktur
prominen sering terlibat dalam respon imun. Antigen yang sering digunakan untuk
diagnosis imunologi dan antibodi
protektif ditemukan di permukaan luar yang dapat segera berintegrasi dengan
efektor sistem
imun seperti antibodi.
Streptokok
dibagi menurut sifat hemolisis eksotoksin (α, β, γ) dan menurut antigen dinding sel (golongan A–Q). golongan A
hemolitik β yang paling patogen, memiliki kapsul yang terdiri atas protein M dan menempel
pada membran mukosa yang tahan terhadap fagositisis. Protein tersebut dapat
menimbulkan reaksi selular berat. Antigennya bereaksi silang dengan otot
jantung (demam reuma) dan membentuk kompleks imun yang merusak ginjal.
Streptokok
A patogen untuk saluran cerna, mempunyai reseptor untuk sel epitel mukosa.
Ikatan antara mikroorganisme dengan sel epitel dapat dicegah oleh
immunoglobulin. Protein M streptokok dapat dinetralkan oleh antibodi. Banyak bakteri yang
menimbulkan berbagai efek patologik melalui LPS yang merupakan komponen dinding
sel bakteri negatif-Gram dan merupakan aktifator poten makrofag.
Streptokok
A (S.piogenes) Merupakan patogen terpenting dalam klinik yang menyebabkan
infeksi faring, demam reuma akut, penyakit jantung dan sendi dan menimbulkan
scrlet fever dengan toksin pirogenik yang menimbulkan ruam khas.
Eksotoksin
secara aktif disekresi bakteri positif-Gram (Shigella dan Kolera). Eksotoksin
bersifat sitotoksik dan membunuh sel dengan berbagai mekanisme biokimiawi. Eksotoksin
dapat mengganggu funsi normal sel tanpa membunuhnya dan merangsang produksi
sitokin yang menimbulkan penyakit, merusak fagosit, jaringan setempat, SSP dan
sebagainya yang dapat mnyebabkan kematian. Protein-protein tersebut sering
disebut agresin yang membantu penyebaran bakteri dan menghancurkan jaringan.
Patogenitas
beberapa infeksi bakteri noninvasif
yang hidup di dalam sel permukaan dan memproduksi eksositosin bergantung pada
kemamuan pejamu untuk memproduksi immunoglobulin yang dapat menetralkannya.
Patogenitas bakteri tidak hanya bergantung pada toksinnya saja, sehingga
bakteri harus dimusnahkan. Antibody ynga dibentuk dapat menetralkan efek toksin
sehingga dapat mencegah kerusakan jaringan yang ditimbulkannya. Mikroorganisme
yang mengansung lipid pada permukaannya, dapat dihancurakan immunoglobulin
dengan bantuan aktifasi komplemen. Pada akhir respon imun, semua bakteri
dihancurkan oleh fagosit.
B. Imunitas
Imunitas
atau kekebalan
adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh
biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor.
Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing
parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel
organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.
C. Imunologi
bakteri ekstraseluler
Bakteri ekstraseluler dapat hidup dan berkembang biak
diluar sel pejamu, misalya dalam sirkulasi, jaringan ikat dan rongga-rongga
jaringan seperti lumen saluran nafas dan saluran cerna. Penyakit yang
ditimbulkan bakteri ekstraseluler dapat berupa inflamasi yang menimbulkan
destruksi jaringan ditempat infeksi dengan membentuk nanah seperti yang terjadi
pada infeksi streptokok.
1. Imunitas non spesifik
Komponen imunitas non spesifik utama terhadap bakteri
ekstraseluler adalah komplemen, fagositosis dan respon inflamasi. Bakteri yang
mengekspresikan manosa pada permukaannya dapat diikat lektin yang homolog
dengan C1q, sehingga akan mengaktifkan komplemen melalui jalur lektin
meningkatkan opsonisasi dan fagositosis. Produk sampingan aktifasi komplemen
berperan dalam mengerahkan dan mengaktifkan leukosit. Fagosit juga mengikat
bakteri melalui berbagai reseptor permukaan lain seperti toll-like receptor
yang semuanya meningkatkan aktifasi leukosit dan fagositosis. Fagosit yang
diaktifkan juga melepas sitokin yang menginduksi infiltrasi leukosit ke tempat
infeksi. Sitokin juga menginduksi panas dan sintesis APP.
2. Imunitas spesifik
a) Humoral
Komplikasi lambat respon imun humoral dapat berupa
penyakit yang ditimbulkan antibodi. Contohnya infeksi streptokok di tenggorokan
atau kulit yang menimbulkan manifestasi penyakit beberapa minggu-bulan setelah
infeksi terkontrol. Demam reuma merupakan sekuela infeksi faring oleh beberapa
streptokok hemolitik-β. Antibodi yang diproduksi terhadap protein dinding
bakteri dapat bereaksi silang dengan protein serkolema dan meosin miokard yang
dapat diendapkan di jantung dan akhirnya menimbulakn inflamasi (karditis).
Glomerulonefritis paskainfeksi streptokok merupakan
sekuela infeksi streptokok di kulit atau tenggorok oleh serotype streptokok-β
yang lain. Antibody terhadap bakteri tersebut dapat menimbulkan nefritis.
b) Sitokin
Respon utama pejamu terhadap bakteri ekstraseluler
adalah produksi sitokin oleh makrofag yang diaktifkan yang menimbulkan
inflamasi dan syok septic.
D. Imunologi
bakteri intraseluler
Ciri utama bakteri intraselular adalah kemampuannya
untuk hidup bahkan berkembang biak dalam fagosit. Mikrobakteri tersebut
mendapat tempat tersembunyi yang tidak dapat ditemukan oleh antibodi dalam
sirkulasi sehingga untuk eliminasinya memerlukan mekanisme imun selular.
1. Imunitas non-spesifik
Efektor imunitas non-spesifik utama terhadap bakteri
intraselular adalah fagosit dan sel NK. Fagosit menelan dan mencoba
menghancurkan mikroba tersebut, namun mikroba dapat resisten terhadap efek
degradasi fagosit. Bakteri intraselular dapat mengaktifakan sel NK secara direk
atau melalui aktifasi makrofag yang memproduksi IL-12, sitokin poten yang
mengaktifkan sel NK. Sel NK memproduksi IFN-γ yang kembali mengaktifkan makrofag danmeningakatkan
daya membunuh bakteri dan membunuh bakteri.
2. Imunitas spesifik
Proteksi utama respon imun spesifik terhadap bakteri
intraseluler berupa imunitas selular. Imunitas selular terdiri atas 2 tipe
reaksi, yaitu sel CD4+ TH1 yang mengaktifkan makrofag
yang memproduksi IFN- γ dan sel CD8+ yang memacu pembunuhan
mikroba serta lisis sel terinfeksi. Sel CD4+ dan CD8+
bekerjasama dalam pertahanan terhadap mikroba.
E. Upaya
mikroorganisme untuk menghindari dari respon imun
Ada berbagai upaya mikroorganisme, khususnya
mikroorganisme intraseluler, untuk menghindari atau mengacaukan respons imun
pejamu yaitu :
Mekanisme efektor makrofag
|
Mekanisme penghindaran oleh mikroba
|
Produksi
reactive oxygen intermediates(ROI)
|
Uptake melalui reseptor komplemen.
Produksi molekul yang merusak ROI, a.l. superokside
dismutase, katalase.
ROI scavengers(a.l. phenolic glycolipid, sulfatides,
lipoarabinomannan)
|
Produksi
reactive nitrogen intermediates(RNI)
|
Tidak diketahui(molekul ynag merusak ROI mungkin
mengganggu produksi RNI)
|
Jenis lain pembunuhan intrafagosom
|
Menghindar dengan masuk kedalam sitoplasma.
Membentuk dinding sel yang kuat.
|
Asidifikasi fagosom
|
Neutralisasi dengan komponen basa, misalnya NH4+
|
Fusi fagosom-lisosom
|
Menghambat fusi dengan NH4+, sulfatides,
glikolipid
|
Defensin
|
Tidak diketahui
|
Mengurangi supply Fe
|
Menghasilkan siderophore
|
Degradasi triptofan
|
Tidak diketahui
|
Beberapa cara lain untuk menghindar dari respon imun
adalah immunological silence,
memodifikasi struktur antigen atau ekspresi MHC sehingga tidak dikenal oleh
sistem imun pejamu atau merubah struktur antigen hingga mirip antigen
pejamu(molecular mimicry).cara lain adalah dengan memproduksi protease yang
merusak Ig A, atau menginfeksi sel non-fagosit sehingga ia tidak terpapar pada antibodi.
Bila sistem pertahanan tubuh tidak mampu menyingkirkan mikroorganisme
bersangkutan secara tuntas, mikroorganisme itu akan menetap dan berakibat
infeksi kronis atau penderita menjadi carrier. Cara lain yang dilakukan
mikroorganisme intraseluler adalah menimbulkan resistensi terhadap pembunuhan
oleh fagosit.
Beberapa mikroorganisme dapat mengacaukan respons imun
dengan cara menghambat fungsi sel T(DTH), maupun makrofag atau menghambat
fungsi sel T-sitotoksik disertai imunosupresi spesifik maupun nonspesifik.
Mekanisme terjadinya imunosupresi baik yang spesifik maupun non spesifik belum
diketahui secara pasti tetapi dampak imunosupresif akan lebih nyata pada
penderita dengan imunitas menurun (immunocompromised).contohnya pada penderita
pasca transplantasi yang kemudian terinfeksi CMV akan mengalami penurunan
fungsi sistem imun selular(alergi).
F. Respon imun pada
infeksi mikroorganisme ekstraseluler
Strategi
pertahanan bakteri
Bakteri
ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam
sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Bakteri
ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan
tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena
adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule)
yang mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri,
seperti pada infeksi bakteri berkapsul Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus
influenzae. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada
permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan
adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri
dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang meracuni
leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel
non fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .
Sel normal
dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan oleh
komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase.
Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan
jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan
sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan
stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa
bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk
mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen.
Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi
aktivasi komplemen melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau
posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa organisme Gram
positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek
serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri
enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk
menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi
fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi
antigenik juga dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein
permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan
variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri
ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena
defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang
(penyakit granulomatosa kronik).
Mekanisme
pertahanan bakteri ekstraseluler.
Extracellular bacterial proteins that are considered
invasins
|
||
Invasin
|
Bacteria
Involved
|
Activity
|
Hyaluronidase
|
Streptococci, staphylococci and
clostridia
|
Degrades hyaluronic of connective
tissue
|
Collagenase
|
Clostridium species
|
Dissolves collagen framework of
muscles
|
Neuraminidase
|
Vibrio cholerae and Shigella
dysenteriae
|
Degrades neuraminic acid of
intestinal mucosa
|
Coagulase
|
Staphylococcus aureus
|
Converts fibrinogen to fibrin
which causes clotting
|
Kinases
|
Staphylococci and streptococci
|
Converts plasminogen to plasmin
which digests fibrin
|
Leukocidin
|
Staphylococcus aureus
|
Disrupts neutrophil membranes and
causes discharge of lysosomal granules
|
Streptolysin
|
Streptococcus pyogenes
|
Repels phagocytes and disrupts
phagocyte membrane and causes discharge of lysosomal granules
|
Hemolysins
|
Streptococci, staphylococci and
clostridia
|
Phospholipases or lecithinases
that destroy red blood cells (and other cells) by lysis
|
Lecithinases
|
Clostridium perfringens
|
Destroy lecithin in cell membranes
|
Phospholipases
|
Clostridium perfringens
|
Destroy phospholipids in cell
membrane
|
Anthrax EF
|
Bacillus anthracis
|
One component (EF) is an adenylate
cyclase which causes increased levels of intracellular cyclic AMP
|
Pertussis AC
|
Bordetella pertussis
|
One toxin component is an
adenylate cyclase that acts locally producing an increase in intracellular
cyclic AMP
|
Mekanisme
pertahanan tubuh
Respons imun
terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan
mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh
neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding
bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya
antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis
bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat
pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan
sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1,
IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada
endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal
serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat
efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga
merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Netralisasi
toksin
Infeksi
bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan
menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan
menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan
memacu terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi,
aktivasi sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian.
Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam
menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan
pada sel target.
Antibodi
yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan
eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi
terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi
di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi
toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh
dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik
toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks
bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap
fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen
pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.
Opsonisasi
Opsonisasi
adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi
untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak
tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.
Pada
opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat
terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r
dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen
pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai
fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada
bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor.
Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang
resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag
bila telah diopsonisasi oleh antibodi.
Dalam
opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai
oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan
fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari
komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b,
sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of
multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag,
namun merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.
Antibodi
akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke
dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi
komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan
anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen
serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik
terhadap neutrofil untuk membantu fagositosis.
Sel PMN(polimorfonuklear)
merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi
infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal
kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag
lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap
semua faktor kemotaktik.
Sel PMN yang
telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada dinding sel
bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada
permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada
proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel.
Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri
yang telah menginfeksi.
Proses
penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia
yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri
akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom
akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan
bakteri tersebut.
Mekanisme
pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun
nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu.
Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi
dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2
dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek
enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri,
yaitu asam hipoklorat (HOCl).
Proses
oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2
dengan superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses
nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu
flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada
proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini
terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat
sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif.
Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam
karena aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang
dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).
Sistem imun
sekretori
Permukaan
mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik.
Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh
neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis
bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai
oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2
pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating)
virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa.
Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan
makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati
barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen
dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun
dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas
vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan
komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan
menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab infeksi
yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks
antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat
permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik .
Apabila
organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat
mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent
Cellular Cytotoxicity (ADCC)
G. Respon imun pada
infeksi mikroorganisme intraseluler
Strategi pertahanan bakteri
Bakteri
intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan
obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah
difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri
intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak
di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau
oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri
intraseluler juga berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa
jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella menghindari
perlawanan sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya
fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam
tubuh. Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri
mengalami opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut
melakukan perubahan mekanisme pertahanan.
Bakteri
intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga mekanisme,
yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2) lipid
mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI (reactive oxygen intermediate)
seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan
terjadinya respiratory
burst, 3) menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin
sehingga tetap hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses
pemusnahan selanjutnya (Gambar 13-4).
Mekanisme pertahanan tubuh
Pertahanan
yang diperantarai sel T (Celluar
Mediated Immunity, CMI) sangat penting dalam mengatasi organisme
intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel antigen yang
dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri
intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan
mengaktivasi makrofag dan membunuh organisme intraseluler, terutama melalui
pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya makrofag
tersebut akan mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam reaksi
inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi lisis sel yang diperantarai
oleh sel T CD8.Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan
stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal
makrofag yang terkativasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme
untuk mencegah penyebaran. Hal ini dapat berlanjut pada nekrosis jaringan dan
fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi. Oleh karena itu, kerusakan
jaringan terutama disebabkan oleh respons imun terhadap infeksi bakteri
intraseluler.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri
dipengaruhi oleh struktur dan pathogenesis bakteri. Bergantung pada struktur
dinding sel, mikroba digolongkan dalam golongan bakteri gram-positif,
gram-negatif, mikobakteria dan spiroketa. Lapisan luar bakteri gram negative
yang terdiri atas lipid merupakan komponen yang penting karena ia biasanya peka
terhadap mekanisme lisis oleh komplemen dan sel-sel sitotoksik tertentu,
sedangkan untuk membunuh golongan yang lain umumnya diperlukan pathogenesis.
Ada dua sifat patogenitas bakteri yaitu sifat toksik tanpa invasive dan
invasive tanpa toksisitas. Namun, sebagian besar bakteri mempunyai sifat
gabungan antara keduanya yaitu sifat invasive disertai aktivitas toksin secara
local dan produksi enzim-enzim yang merusak jaringan sehingga bakteri dapat
menyebar.
Ada beberapa gambaran umum respons imun terhadap
mikroba :
1. Pertahanan terhadap mikroba diperantarai oleh
mekanisme efektor imunitas bawaan(non-spesifik) maupun imunitas
didapat(spesifik)
2. Respons imun non spesifik terhadap mikroba memegang
peranan penting dalam menentukan respon imun spesifik yang akan berlansung
3. Dalam upaya melawan mikroba secara efektif, sistem
imun mampu memberikan respons spesialistik dan berbeda terhadap berbagai jenis
mikroba sehingga eliminasinya memerlukan sistem efektor yang berbeda-beda.
4. Survival dan patogenitas mikroba sangat dipengaruhi
oleh kemampuan mikroba itu untuk
menghindar dari sistem pejamu.
5. Kerusakan jaringan dan penyakit sebagai konsefekuensi
infeksi pada umumnya disebabkan oleh respons pejamu terhadap mikroba serta
produknya dan bukan disebabkan oleh mikroba bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen garna dan Iris
Rengganis.2009.Imunologi Dasar edisi 8. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kresno, Siti Boedina.2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar