2.1 Pengertian
Karsinoma
nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring
merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di
Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146).
2.2 Anatomi
Nasofaring
Nasofaring letaknya
tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah do sal
dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak
bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara
yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai
batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus
faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.
2.3 Epidemiologi dan Etiologi
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.
2.3 Epidemiologi dan Etiologi
Urutan
tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus
baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan
dalam musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty &
Nurbaiti, 2001 hal 146).
sInsidens
karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan,
lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu
faktor geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup,
kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya tumor ini. Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa
penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-barr, karena pada semua
pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty
& Nurbaiti, 2001 hal 146).
2.4 Tanda
dan Gejala
1)
Gejala Hidung :
·
Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
·
Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga
nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan
penciuman.
2)
Gejala telinga
·
Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler,
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa
penuh, kadang gangguan pendengaran)
·
Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
3)
Gejala lanjut
·
Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat
mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan
berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian
samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan
melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.
2.5
Patofisiologi
Virus Epsteinn-barr
adalah virus yang berperan penting dalam timbulnya kanker nasofaring. Virus
yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di
nasofaring tanpa menimbulkan gejala, kanker nasofaring sebenarnya dipicu oleh
zat nitrosamine yang ada dalam daging ikan asin. Zat ini mampu mengaktifkan
virus Epsteinn-barr yang masuk ke dalam tubuh ikan asin, tetapi juga terdapat
dalam makanan yang diawetkan seperti daging, sayuran dan difermentasi (asinan)
serta tauco.
2.6 Pemeriksa Penunjang
a. Nasofaringoskopi
b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsy nasofaring dapat
dilakukan dua cara yaitu dari hidung dan mulut dilakukan dengan anastesi
topical dengan xylocain 10%.
c. Pemeriksaan CT-scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IoA anti VGA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001)
c. Pemeriksaan CT-scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
d. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IoA anti VGA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001)
Untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan kelenjar getah bening
(palpasi : terasa membengkak), beberapa tanda dan gejala dari kanker ini memang
tidak terlalu spesifik, pemeriksaan ini mungkin akan berlangsung selama
beberapa bulan, jika dicurigai terjadinya kanker, dilakukan inspeksi
menggunakan endoskop untuk melihat nasopharing yang abnormal tersebut dalam
penggunaannya diperlukan anastesi lokal. Setelah itu, diambil biopsy (sampel)
yang kemudian diuji apakah merupakan kanker.
Kemudian akan ditentukan stadium kanker itu dengan cara :
Kemudian akan ditentukan stadium kanker itu dengan cara :
• MRI (membantu melihat kanker yang menyebar di sekitar kepala)
• Pengambilan biopsy ini digunakan untuk melihat kanker yang berada di kelenjar getah bening.
• Sinar X (melihat kanker yang menyebar di bagian paru-paru).
• Pengambilan biopsy ini digunakan untuk melihat kanker yang berada di kelenjar getah bening.
• Sinar X (melihat kanker yang menyebar di bagian paru-paru).
2.7
Penatalaksanaan
a.
Radioterapi merupakan pengobatan utama
b.
Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di
leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah
penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan
radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon,
kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
c. Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu
Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi
dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin
C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat
“RADIOSENSITIZER”.
2.8 Pengkajian
1) Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek
dengan riwayat kanker payudara
2) Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu
tertentu.
3) Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan
makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan ( daging dan
ikan).
4) Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan
dan kebiasaan hidup.
5) pemeriksaan fisik
·
Inspeksi :
Wajah, mata, rongga mulut dan leher.
·
Pemeriksaan
THT:
·
Otoskopi :
Liang telinga, membran timpani.
·
Rinoskopia
anterior :
-
Pada tumor
endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.
- Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
·
Rinoskopia
posterior :
-
Pada tumor
indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata
dan paskularisasi meningkat.
- Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
·
sFaringoskopi
dan laringoskopi :
-
Kadang faring
menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat
menghilang.
·
X – foto :
tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
2.10 Asuhan
Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1.
Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
2.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan nutrisi..
3.
Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
4.
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi
informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
No
|
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Nyeri akut
|
Control nyeri
|
Manajemen nyeri
Administrasi
analgetik
|
2
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
status nutrisi
adekuat
|
Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
3
|
Risiko infeksi
|
faktor risiko infeksi
|
Konrol infeksi
Proteksi terhadap
infeksi
|
4
|
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan
nya
|
Knowledge : Illness Care
|
Teaching : Dissease Process
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar