Sabtu, 25 Februari 2012

konbanwa....

konbanwa.................anata wa gakusei desuka??

refreshing



terapi trombolitik


1.            DEFENISI
Tromboembolisme ( oklusi suatu arteri atau vena karena thrombus atau emboli ) menyebabkan iskemia ( kurang aliran darah ) yang mengakibatkan jaringan nekrosis (mati) di bagian distal dari area obstruksi. Perlu kira-kira 1 sampai 2 minggu untuk bekuan darah dapat berdisintegrasi dengan mekanisme fibrolitik natural. Jika trombus atau emboli baru dapat dilarutkan lebih cepat maka jaringan nekrosis yang terjadi hanya minimal dan aliran darah dapat kembali berfungsi lebih cepat. Inilah dasar dari terapi trombolitik.
Terapi trombolitik adalah terapi klinis yang ditujukan untuk reperfusi jaringan miokardium dengan memperbaiki aliran darah pada pembuluh darah yang tersumbat. Bekuan darah yang terdapat dalam pembuluh darah akan mengganggu aliran darah ke bagian tubuh yang dialiri oleh pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan suatu kerusakan serius pada bagian-bagian tubuh. Jika bekuan terdapat pada arteri yang memasok darah ke jantung, maka dapat menyebabkan serangan jantung. Jika bekuan terdapat pada aliran darah ke otak, maka dapat terjadi stroke.  Terapi trombolitik digunakan untuk melarutkan bekuan darah yang akan mengancam kehidupan jika tidak segera diatasi.
Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untukmenggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakitkoroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektorispasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan.  Alasan rasional menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berta atau oklusi pada arteri koroner dengan
atau tanpa emboli.  Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yangmenyertainya. Angina tak stabil dengan trombus mural, Non-elevasiST dengan thrombus inkomplet/nonklusif, sedangkan pada elevasi STadalah trombus komplet/oklusif.

2.            AGENT TROMBOLITIK
Terapi trombolisis menggunakan obat yang disebut agen trombolitik seperti alteplase ( Activase ), anistreplase (Eminase), streptokinase (Streptase, Kabikinase), urokinase ( Abbokinase ), dan aktivator plasminogen jaringan (TPA) untuk membubarkan gumpalan. Obat ini diberikan sebagai suntikan, hanya di bawah pengawasan seorang dokter.
Agent trombolitik dibagia menjadi 2 kategori :
a)            Fibrin selektif
         Karakteristik :
·               Aktivasi plasminogen yang terikat pada fibrin
·               Penghancuran bekuan sangat cepat
Jenis :
·               Tissue – Type Plasminogen Activator (t – PA )
-                Serine protease yang diproduksi oleh sel endothelial pembuluh darah
-                Mengkonversi plasminogen menjadi plasmin setelah terikat pada bekuan mengandung fibrin
-                Dosis : 15 mg bolus dilanjutkan 50 mg atau 0,75 mg/kgBB selama 30 menit atau 35 mg atau 0,5 mg/kgBB selama 60 menit dengan total maximum dosis 100 mg
-                Waktu paruh : t – PA = 3 – 5 menit, r – PA = 15 menit
-                Efek samping : dapat terjadi reoklusi. Diperlukan infus antikoagulasi sistemik/heparin
-                Reaksi alergi dan hipotensi ditemukan

·               Recombinant Tissue Plasminogen Activator ( rt – PA )
-                Dosis standar dipercepat dengan cara melalui bolus 15 mg, 50 mg atau 0,75 mg / kgBB lebih dari 30 menit, dan 35 mg atau 0,50 mg / kgBB lebih dari 60 menit untuk dosis total maksimum 100 mg.
-                Direkomendasikan untuk pasien yang berat badannya kurang dari 65 kg.
-                Waktu paruhnya adalah 5 menit.

·               Recombinant Plasminogen Activator ( reteplase, r – PA )
Recombinant Tissue Plasminogen Activator ( r – PA ) atau Retaplase adalah obat trombolitik yang digunakan untuk memecah gumpalan darah. Obat ini bekerja dengan cara mengaktifkan zat kimia yang membantu menghancurkan gumpalan darah.
Indikasi penggunaan reteplase adalah  untuk meningkatkan fungsi jantung dan mencegah gagal jantung kongestif (CHF) atau kematian pada orang yang mengalami serangan jantung.
·               Single-chain urokinase plasminogen activator ( scu-PA atau prourokinase)

  b). Non selektif
         Karakteristik :
·               Plasminogenolosis dan fibrinogenolisis sistemik
·               Penghancuran bekuan lebih lambat
·               Status penghancuran sistemik lebih panjang
        
Jenis- Jenis :
*      Streptokinase ( SK )
-                      Agen trombolitik yang dihasilkan dari  – hemolitik streptokokus, yang bila dikombinasikan dengan plasminogen akan berfungsi sebagai katalis dalam konversi plasminogen menjadi plasmin.
-                      Dapat diberikan IV atau IC
-                      Dosis : 1,5 juta U dalam 30 – 60 menit
-                      Dapat menyebabkan respon alergi, pruritus, demam, mual, urtikaria, sakit kepala dan malaise
-                      Efek samping : hipotensi
-                      Observasi : 12 jam
*      Anisolated Plasminogen Streptokinase Activator ( APSAC )
-                Bentuk kimiawi dari SK
-                APSAC memiliki waktu paruh relatif lama dan hasil yang dinyatakan dalam fibrinogenolysis.
-                APSAC diberikan lewat bolus 30 U selama 2-5 menit
-                Karena APSAC adalah bentuk SK, ia memiliki sifat antigenik yang sama SK.
-                Gejala alergi terjadi pada pasien yang menerima APSAC.
-                Hipotensi dapat terjadi pada pasien dan akan lebih parah jika obat diberikan
         Semua jenis dari agen trombolitik disertai dengan pemberian antiplatelet : heparin atau
         Aspirin

3.            INDIKASI
Kriteria seleksi yang digunakan untuk terapi trombolitik
·               Tidak lebih dari 12 jam setelah waktu terapi : nyeri dada, semakin cepat semakin baik
·               Elevasi segmen ST pada EKG atau onset baru blok cabang berkas kiri
·               Nyeri dada istemik dengan durasi 30 menit
·               Nyeri dada tidak respon terhadap nitrogliserin sub lingual atau nifedipin
·               Tidak mengalami kondisi yang dapat menjadi predisposisi pendarahan

Indikasi
Kelas I
·         Usia pasien  < 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk terapi < 12 jam
·         Pasien dengan blok cabang-ikat dan adanya riwayat AMI
Kelas IIa
Usia pasien  > 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk terapi  < 12 jam

Kelas IIb
·         Pasien dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk terapi lebih dari 12 – 24 jam
·         Pasien dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastolic > 110 mmHg berhubungan dengan MI
Kelas III
·               Pasien dengan ST elevasi, waktu untuk terapi > 24 jam dan nyeri istemik tertangani
·               Pasien dengan ST depresi

4.            KONTRAINDIKASI
Terapi trombolitik : Kontra indikasi absolut
1.      Sebelumnya mengalami stroke hemoragik; stroke lain atau serebrovaskular yang terjadi dalam 1tahun terakhir
2.      Neoplasma intrakranial
3.      Perdarahan internal aktif (tidak termasuk menstruasi)
4.      Suspek diseksi aorta

Terapi trombolitik : Kontraindikasi relatif
1.      Hipertensi berat (tekanan darah  >180/110)
2.      Riwayat CVA / kelainan intraserebral
3.      Trauma yang baru terjadi (dalam 2-4 minggu), termasuk cedera kepala atau resusitasi jantung > 10 menit atau operasi besar < 3minggu
4.      Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir
5.      Penggunaan streptokinase sebelumnya (5 hari sampai 2 tahun) atau riwayat alergi terhadap streptokinase
6.      Pengunaan antikoagulan
7.      Kehamilan
8.      Tukak lambung
9.      Riwayat hipertensi kronik yang berat

5. MANAJEMEN FARMAKOLOGI

Obat
Dosis
Tindakan
Pertimbangan khusus
Bekuan spesifik
t- PA ( alteplase
IV : 100 mg lebih dari 90 menit dengan 15 mg pertama diberikan melalui bolus
Mengikat fibrin pada bekuan dan mempromosikan aktivasi plasminogen menjadi plasmin
Waktu paruh yang pendek, sehingga heparin biasanya diberikan lewat bolus dan kemudian diikuti dengan infuse.
Aspirin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan q hari
r-PA ( reteplase )
10 U diberikan lewat bolus, diulang dalam 30 menit
Mengikat fibrin pada bekuan dan mempromosikan aktivasi plasminogen menjadi plasmin
Heparin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan dalam 24 jam
TNKase (tenecteplase)
30-50 mg berdasarkan  berat badan, diberikan lewat bolus tunggal
Mengikat fibrin pada bekuan dan mempromosikan aktivasi plasminogen menjadi plasmin
Heparin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan q hari
Non-spesifik
SK (streptokinase)
1,5 juta U diberikan lebih dari 60 menit
Mengkatalis pengubahan plasminogen menjadi plasmin, yang menyebabkan lisis dari fibrin.
Memiliki efek litik sistemik
Dapat menyebabkan reaksi alergi dan hipotensi.
Heparin dapat diberikan IV atau SQ
Aspirin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan q hari

APSAC (anitreplase)
30 U melalui bolus lambat selama 2-5 menit
Kombinasi molekul streptokinase dan plasminogen yang tindakannya serupa dengan streptokinase. Memiliki efek litik sistemik
Dapat menyebabkan reaksi alergi dan hipotensi
Waktu paruh lama, jadi heparin biasanya dimulai 4-6 jam setelah APSAC
Aspirin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan q hari


6. PENATALAKSANAAN PRE DAN POST TROMBOLISIS
Praprosedur
1.         Kaji tingkat pengertian dan tingkat ansietas
2.         Libatkan keluarga atau orang terdekat dalam perawatan dan instruksi
3.         Beri penguatan penjelasan dokter tentang tujuan prosedur, hasil yang diinginkan, dan risiko yang berhubungan
4.         Gambarkan prosedur yang akan dilakukan :
·      Intrakoroner : sama dengan kateterisasi jantung, dapat berakhir dalam 1 sampai 2 jam. Sensasi yang dapat terjadi : tekanan selama pemasangan kateter, tak ada ketidaknyamanan dalam penginfusan.
·      Intravena : biasanya di bagian kedaruratan atau UPK, penginfusan diberikan lebih dari 3 jam
5.         Jelaskan dan tinjau kembali tindakan intraprosedur dan  pascaprosedur
6.         Pemantauan di UPK
7.         Hak-hak berkunjung
8.         Peralatan yang digunakan (alat pemantauan jantung, pemberian oksigen, terapi IV)
9.         Jelaskan perlunya tirah baring selama dan setelah pemberian dan perlunya sering mengambil contoh darah untuk memantau masa pembekuan
10.     Instruksikan pada pasien untuk segera memberi informasi pada perawat bila terasa nyeri dada.

Post prosedur
Komplikasi umum dari trombolisis adalah pendarahan, tidak hanya sebagai hasil terapi trombolitik itu sendiri, tetapi juga karena pasien secara rutin mendapat terapi antikoagulan selama beberapa hari untuk meminimalisir kemungkinan retrombosis. Perawat juga harus secara berkala memanatau manifestasi klinis dari pendarahan. Pendarahan gusi dan kebocoran vena biasa terjadi. Pendarahan serius dapat terjadi seperti pendarahan intrakranial dan pendarahan internal.
Sebagai tambahan untuk keakuratan pengkajian pasien untuk membuktikan pendarahan, penatalaksanaan keperawatannya termasuk tindakan preventif untuk meminimalisir potensial pendarahan. Contohnya penanganan pasien yang terbatas, infeksi dapat dihindari jika memungkinkan, dan tambahan tekanan dapat diberikan untuk memastikn hemosatatis dari venipuncture dan tempat kebocoran arteri. Jalur intra vena dipasang sebelum pemberian terapi lisis dan penguncian heparin dapat digunakan untuk penatalaksanaan selama pengambilan spesimen labor. Antasid dapat diberikan khususnya jika pasien mengalami ketidaknyaman di bagian gastrointestinal.

by kel 1  ....

Sistem Triase



2.1  Sejarah Triage
·         Definisi : dari kata Perancis “ Trier “ yang artinya membagi dalam 3 group
·         Di kembangkan di medan pertempuran
·         Konsep ini digunakan bila terjadi bencana
·         Dilaksanakan di ruang gawat darurat dari 1950 / 1960 karena 2 alasan :
o   Meningkatkan kunjungan
o   Meningkatkan penggunaan untuk non urgen

2.2  Pengertian Triage
Triage adalah suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya.
Triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Prioritas yang lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek atau jangka panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sederhana yang intensif.
Sistem triase biasanya sering ditemukan pada perawatan gawat darurat di suatu bencana. Misalnya ada beberapa  orang pasien yang harus ditangani oleh perawat tersebut.dimana setiap pasien dalam kondisi yang berbeda. Jadi perawat harus mampu menggolongkan pasien tersebut dengan sistem triase. Pasien pertama kondisinya sudah tidak mungkin untuk diselamatkan lagi ( sudah meninggal), terdapat luka parah atau kebocoran di kepala, sehingga pasien tersebut digolongkan pada triase lampu hitam. pasien kedua kondisinya mengalami patah tulang, luka-luka dan memar pada tubuhnya, sehingga pasien berteriak, mungkin karena kejadian yang membuat pasien syok, maka pasien diklasifikasikan pada triase lampu hijau, tidak perlu penanganan cepat. Selanjutnya ditemui pasien dengan kondisi lemah, kritis, nadi lemah, serta pernafasan yang sesak. Maka pasien ini lah yang sangat membutuhkan pertolongan pada saat itu, yang tergolong pada triase lampu merah. Karena jika tidak diselamatkan, nyawa pasien bisa tidak tertolong lagi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga perawat benar-benar memberikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan, dimana keadaan pasien sangat mengancam nyawanya, namun dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut. Tidak membuang wakunya untuk pasien yang memang tidak bisa diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien yang membutuhkan.

2.3  Tujuan Triage

Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.

Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :

  • Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
  • Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan 
  • Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat
Sistem Triage dipengaruhi
  • Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
  • Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien 
  • Denah bangunan fisik unit gawat darurat 
  • Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

2.4  Klasifikasi Triage
Klasifikasi berdasarkan pada :
·         pengetahuan
·         data yang tersedia
·         situasi yang berlangsung


Kode Warna International Dalam Triage :
Sistem triage dikenal dengan system kode 4 warna yang diterima secara internasional. Merah menunjukan perioris tinggi perawatan atau pemindahan, Kuning menandakam perioritas sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk kasus kematian atau pasien menjelang ajal. Perawat harus mampu mampu mengkaji dan menggolongkan pasien dalam waktu 2 – 3 menit.
1.      Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat)
Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, perdarahan berat, pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol)
·         Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla
·         Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat
·         Fraktur terbuka dan fraktur compound
·         Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
·         Shock tipe apapun
2.      Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang)
Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area critical care.
·         Trauma thorax non asfiksia
·         Fraktur tertutup pada tulang panjang
·         Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW )
·         Cedera pada bagian / jaringan lunak
3.      Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan)
Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama, kondisi yang timbul sudah lama, area ambulatory / ruang P3.
·         Minor injuries
·         Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan
4.      Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal)
·         Tidak ada respon pada semua rangsangan
·         Tidak ada respirasi spontan
·         Tidak ada bukti aktivitas jantung
·         Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
2.5  Proses Pengambilan Keputusan dan Triase
Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dan integral pada medis dan praktik keperawatan. Penilaian klinis tentang pasien membutuhkan baik pemikiran dan intuisi, dan keduanya harus didasarkan pada professional,pengetahuan dan keterampilan. Banyak praktisi berpendapat bahwa pengambilan keputusan kritis adalah hanya sekitar akal sehat dan pemecahan masalah, dan sampai batas tertentu mereka sudah benar. Itu, bagaimanapun, lebih dari ini dan membutuhkan tingkat keterampilan tertentu. Dalam proses pengambilan keputusan dokter diharapkan untuk:
1.      menafsirkan
2.      mendiskriminasikan
3.      mengevaluasi

Strategi pengambilan keputusan :
Sejumlah strategi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan:
1.      Pemikiran
Pada dasarnya ada dua tipe penalaran yang terlibat dalam berpikir kritis:
o    Penalaran induktif adalah kemampuan untuk mempertimbangkan semua kemungkinan, dan ini sangat berguna untuk yang kurang berpengalaman. Melibatkan proses yang memakan waktu, mempertimbangkan semua informasi pasien yang dikumpulkan dalam rangka untuk mencapai keputusan tentang perawatan yang mereka butuhkan.
o    Penalaran deductive adalah 'menyiangi' yang simultan dari solusi yang mungkin sementara aktif mengumpulkan informasi pasien, strategi ini sering tidak diketahui atau tidak dikenal dan menjadi bagian dari praktek ahli. Memungkinkan praktisi untuk cepat mengurutkan yang relevan dan  tidak relevan dari informasi  untuk mencapai keputusan.

2.      Pengenalan pola
Ini adalah strategi yang paling umum digunakan oleh dokter, dan sangat penting ketika membuat keputusan yang cepat berdasarkan informasi terbatas yang diperlukan selama triase.
3.      Hipotesa berulang
Hipotesa berulang digunakan oleh dokter untuk menguji penalaran diagnostik. Dengan mengumpulkan data untuk mengkonfirmasi atau menghilangkan hipotesis, keputusan dapat dibuat. Tergantung pada tingkat keahlian metode ini dapat berupa induktif atau deduktif.
4.      Representasi mental
Representasi mental adalah metode menyederhanakan situasi untuk memberikan gambaran umum, dan memungkinkan fokus pada informasi yang relevan. Strategi ini sering digunakan ketika suatu masalah yang sangat kompleks atau besar. Penggunaan analogi membantu dokter memvisualisasikan situasi dengan menyederhanakan masalah dan memungkinkan perspektif yang berbeda. Triase keputusan harus cepat dan metode ini telah digunakan secara terbatas pada tahap dalam perawatan pasien.
5.      Intuisi
Intuisi adalah terkait erat dengan keahlian, dan umumnya dipandang sebagai kemampuan praktisi untuk memecahkan masalah dengan data yang relatif sedikit. Intuisi jarang melibatkan analisis sadar dan sering dinyatakan sebagai 'firasat' atau 'firasat yang kuat'. Praktisi ahli melihat situasi secara holistik dan menggambarkan berdasarkan pengalaman masa lalu. Banyak pengetahuan mereka tertanam dalam praktek dan disebut sebagai lacit, di mana keputusan yang efektif yang dibuat dengan menggabungkan pengetahuan dengan teori-teori pengambilan keputusan dan berpikir intuitif.
Perawat ahli banyak yang tidak menyadari proses mental yang mereka gunakan dalam penilaian dan pengelolaan pasien. Meskipun intition tetap terukur, nilai praktek klinis adalah mengakui dan didokumentasikan dengan baik.

Pengambilan Keputusan Selama Triase
Terdiri dari tiga tahap utama:
·       Identifikasi masalah
·       Penentuan alternatif dan.
·       Pemilihan alternatif yang paling tepat


Pendekatan untuk membuat keputusan penting menggunakan lima langkah berikut:
1.       Mengidentifikasi masalah
Ini dilakukan dengan mendapatkan informasi dari pasien, penjaga atau personil perawatan pra-rumah sakit. Fase ini memungkinkan diagram alur presentasi yang relevan untuk diidentifikasi.
2.       Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang terkait dengan solusi.
Satu diagram alur telah diidentifikasi fase ini yang difasilitasi karena diskriminator dapat dicari pada setiap tingkat. Diagram aliran memfasilitasi penilaian cepat dengan menyarankan pertanyaan terstruktur. Pengenalan pola juga memainkan bagian di tahap ini.
3.       Mengevaluasi semua alternatif dan memilih salah satu untuk pelaksanaa.  
Dokter mengumpulkan sejumlah besar data tentang pasien mereka menangani. Ini disusun ke dalam database mental mereka sendiri dan disimpan dalam kompartemen untuk mengingat mudah, hal ini paling efektif bila terkait dengan penilaian atau kerangka kerja organisasi. Kerangka ini berfungsi sebagai panduan untuk penilaian dan diatur sebagai kompartemen dengan sub-judul. Diagram alur penyajian menyediakan kerangka organisasi untuk memesan proses pemikiran selama triase. Diagram alur telah berkunjung ke link proses pengambilan keputusan ke dalam pengaturan klinis. Mereka membantu pengambilan keputusan dengan menyediakan struktur, dan juga dukungan staf junior karena mereka memperoleh keterampilan pengambilan keputusan.
4.       Mengimplementasikan alternatif yang dipilih
Hanya ada lima kategori triase mungkin untuk memilih. Ini memiliki nama spesifik dan defenitons. Praktisi triase menerapkan kategori tergantung pada urgensi dari kondisi pasien. Sekali prioritas dialokasikan jalur perawatan yang tepat dimulai.
5.       Memantau pelaksanaan dan mengevaluasi hasil.
Triase adalah dinamis dan harus responsif terhadap kebutuhan pasien dan departemen. Metode triase yang diuraikan dalam buku ini memastikan bahwa proses mencapai keputusan itu diatur. Oleh karena itu perawat akan dapat mengidentifikasi bagaimana dan mengapa mereka mencapai hasil (kategori). Ini memfasilitasi penilaian ulang dan konfirmasi berikutnya atau mengubah dalam kategori.

2.6  START ( Simple triage And Rapid Treatment)
Adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan paramedic memilah korban dalam waktu yang singkat kira – kira 30 detik.
Yang perlu diobservasi : Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ).
System START di desain untuk membantu penolong untuk menemukan pasien yang menderita luka berat.
Tahap pertama dalam START adalah untuk memberitahu orang / korban yang dapat bangun dan berjalan untuk  pindah ke area yang telah ditentukan. Supaya lebih mudah untuk dikendalikan, bagi korban yang dapat berjalan agar dapat pindah dari area tempat pertolongan korban prioritas utama (merah / immediate ).  Korban ini sekarang ditandai dengan status Minor / prioritas 3 ( hijau ).
Jika korban protes disuruh pindah dikarenakan nyeri untuk berjalan, jangan paksa mereka untuk pindah.
Tahap ke dua: Mulai dari tempat berdiri. Mulailah tahap ke 2 dari tempat berdiri, bergeraklah pindah dengan pola yang teratur dan mengingat korban. Berhenti pada masing – masing individu dan melakukan assesment dan tagging dengan cepat.
Tujuannya adalah untuk menemukan pasien yang butuh penanganan segera (immediate, merah).

 START didasarkan pada 3 observasi : RPM ( respiration, perfusion, and Mental Status )
Respiration / breathing
Jika pasien bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika lebih dari 30 / menit, korban ditandai Merah / immediate. Korban ini  menujukkan tanda – tanda primer shock dan butuh perolongan segera.
Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang dari 30 / menit, segera lakukan observasi selanjutnya ( perfusion and Mental status ).
Jika pasien tidak bernafas, dengan cepat bersihkan mulut korban dari bahan – bahan asing.
Buka jalan nafas, posisikan pasien untuk mempertahankan jalan nafasnya, dan jika pasien bernafas tandai pasien dengan immediate, jika pasien tidak bernafas setelah dialkukan maneuver tadi, maka korban tersebut ditandai DEAD.

Perfusion or Circulating
 Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya masih memiliki kemampuan untuk mensirkulasikan darah dengan adekuat, dengan cara mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban ditandai immediate.
jika denyut nadi telah teraba segera lakukan obserbasi status mentalnya.

Mental status
Untuk mengetesnya dapat dilakukan dengan memnberikan instruksi yang mudah pada korban tersebut :
“buka matamu” atau “ tutup matamu “.
Korban yang mampu mengikuti instuksi tersebut dan memiliki pernafasan dan sirkulasi yang baik, ditandai dengan Delayed
Korban yang tidak bisa mengikuti instruksi tersebut ditandai dengan Immediate
• Korban ‘D’ ditinggalkan di tempat mereka jatuh, ditutupi seperlunya.
• Korban ‘I’ merupakan prioritas utama dalam evakuasi karena korban ini memerlukan   

Perawatan medis lanjut secepatnya atau paling lambat dalam satu jam (golden hour).
• Korban ‘DEL’ dapat menunggu evakuasi sampai seluruh korban ‘I’ selesai ditranspor.
• Jangan evakuasi korban ‘M’ sampai seluruh korban ‘I’ dan ‘DEL’ selesai dievakuasi. Korban ini dapat menunda perawatan medis lanjut sampai beberapa jam lamanya. Re-triase korban tetap dilakukan untuk melihat apakah keadaan korban memburuk.

Reverse Triage
Sebagai tambahan pada standar triase yang dijalankan, terdapat beberapa kondisi dimana korban dengan cedera ringan didahulukan daripada korban dengan cedera berat. Situasi yang memungkinkan dilakukan reverse triage yaitu pada keadaan perang dimana dibutuhkan prajurit yang terluka untuk kembali ke medan pertempuran secepat mungkin. Selain itu, hal ini juga mungkin dilakukan bila terdapat seumlah besar paramedis dan dokter yang mengalami cedera, dimana akan merupakan suatu keuntungan jika mereka lebih dulu diselamatkan karena nantinya dapat memberikan perawatan medis kepada korban yang lain.

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE. 
1.      Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2.      Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban untuk menentukan tingkat respons yang memadai.
3.      Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah massal dan kebutuhan akan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian.
4.      Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
a.         Petugas Komando Musibah.
b.         Petugas Komunikasi.
c.         Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
d.        Petugas Triase Primer.
e.         Petugas Triase Sekunder.
f.          Petugas Perawatan.
g.         Petugas Angkut atau Transportasi.
5.      Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal :
a.       Sektor Komando/Komunikasi Musibah.
b.      Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
c.       Sektor Musibah.
d.      Sektor Ekstrikasi/Bahaya.
e.       Sektor Triase.
f.       Sektor Tindakan Primer.
g.      Sektor Tindakan Sekunder.
h.      Sektor Transportasi.
6.     Rencana Pasca Kejadian Musibah massal :
a.       Kritik Pasca Musibah.
b.      CISD (Critical Insident Stress Debriefing).

DAFTAR PUSTAKA

Manchester Triage Group. 2006. Emergency Triage 2nd ed. Blackwell Publishing Ltd: USA
Pan American Health Organization, ed. Palupi Widyastuti. 2000. Bencana Alam : Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
S. Khatien, dkk. 2000. Emergency Nursing Secrets. Jakarta : EGC
 by kel 1