PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Diabetes
melitus (DM) merupakan kelainan metabolik dengan etiologi multifaktorial. Penyakit ini ditandai oleh
hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, serta
lemak. Diabetes melitus dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan rangkaian
gangguan metabolik yang menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan
mikrovaskular.
Diabetes
diklasifikasikan sebagai diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes
gestasional, dan toleransi glukosa yang terganggu. Sindrom metabolik atau
sindrom X yang berkaitan erat dengan diabetes melitus.
Patogisiologi
DM berpusat pada gangguan sekresi insulin dan gangguan kerja insulin.
Penyandang DM akan ditemukan dengan berbagai gejala seperti poliuria (banyak
berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagi (banyak makan) dengan
penurunan berat badan. Hiperglikemia dapattidak terdeteksi karena penyakit DM
tidak menimbulkan gejala (asimtomatik) dan menyebabkan kerusakan vaskuler
sebelum penyakit ini terdeteksi.
Komplikasi mikrovaskuler yang berkaitan dengan DM
meliputi retinopati, nefropati, dan neuropati. Penyandang DM menghadapi
peningkatan risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular, serebrovaskular,
dan penyakit vaskular perifer.
2.1
Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan
kelainan metabolik dengan etiologi
multifaktorial. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan
mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, serta lemak. Diabetes melitus
dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan rangkaian gangguan metabolik yang
menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular.
Patofisiologi DM berpusat pada
gangguan sekresi insulin dan gangguan kerja insulin. Penyandang DM akan
ditemukan dengan berbagai gejala seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia
(banyak minum) dan polifagi (banyak makan) dengan penurunan berat badan.
Hiperglikemia dapattidak terdeteksi karena penyakit DM tidak menimbulkan gejala
(asimtomatik) dan menyebabkan kerusakan vaskuler sebelum penyakit ini
terdeteksi.
Komplikasi mikrovaskuler yang berkaitan dengan DM
meliputi retinopati, nefropati, dan neuropati. Penyandang DM menghadapi
peningkatan risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular, serebrovaskular,
dan penyakit vaskular perifer.
2.2.
Klasifikasi DM
Diabetes
diklasifikasikan sebagai diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes
gestasional, dan toleransi glukosa yang terganggu. Sindrom metabolik atau
sindrom X yang berkaitan erat dengan diabetes melitus.
·
Diabetes tipe 1
DM tipe 1 ditandai oleh
penurunan kadar insulin (insulinopenia) yang disebabkan oleh destruksi sel-sel
β pannkreas . Pasien DM tipe 1 memerlukan insulin untuk tetap bertahan hidup.
Tanpa adanya insulin dari luar, pasien tersebut akan mengalami ketoasidosis,
koma, dan kematian.
·
Diabetes tipe 2
DM tipe 2 merupakan
bentuk DM yang paling sering ditemukan dan ditandai oleh gangguan pada sekresi
serta kerja insulin. Penyakit ini ditandai dengan resistensi insulin ketika hormone insulin diproduksi
dengan jumlah yang tidak memadai atau dengan bentuk yang tidak efektif. Ada
korelasi genetik yang kuat pada tipe diabetes ini dan proses terjadinya
berkaitan erat dengan obesitas.
Kebanyakan penderita
diabetes tipe ini pada usia dewasa.
·
Diabetes gestasional
DM gestasional merupakan
intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan hiperglikemia dengan keparahan yang
beragam dan onset atau deteksi pertama kali pada saat hamil. Intoleransi
glukosa dapat mendahului kehamilan tetapi keadaan ini tidak diketahui
sebelumnya.
·
Toleransi glukosa terganggu (impaired glucose tolerance)
Kelompok toleransi glukosa
terganggu merupakan tahap terjadinya
gangguan pada regulasi glukosa karena keadaan ini dapat terlihat pada setiap
kelainan hiperglikemia dan toleransi glukosa terganggu sendiri bukan DM.
2.3. Sindrom metabolik atau sindrom
X
Kelompok kelainan yang terdiri atas
hiperglikemia, hipertensi, obesitas pada bagian perut, dislipidemia, dan
resistensi insulin sering ditemukan. Kelompok faktor-faktor risiko untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular ini dinamakan sindrom X atau sindrom
resistensi insulin atau sindrom metabolik.
Manajemen orang dengan hiperglikemia dan
cirri-ciri sindrom metabolik lainnya tidak boleh hanya berfokus pada
pengendalian glukosa darah, tetapi juga harus meliputi berbagai strategi untuk
menurunkan faktor resiko kardiovaskular lainnya.
2.4. Faktor risiko
terjadinya diabetes
·
Diabetes tipe 1/IDDM (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
DM tipe 1 ditandai oleh
penghancuran sel-sel beta pankreas; faktor genetik; imunologi; dan mungkin pula
lingkungan (virus) diperkirakan turut menimbulkan distruksi sel beta.
a.
Faktor
genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
b.
Faktor-faktor
imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c.
Faktor
lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel β
·
Diabetes
tipe 2/ NIDDM
DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen
genetic dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses
timbulnya penyakit tersebut.
faktor tersebut adalah :
a. Faktor Genetik
Bukti adanya komponen genetic berasal dari koefisien keselarasan DM yang meningkat kepada kembar monozigot,
prevalensi DM yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang menderita
diabetes, dan prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu. Munculnya
diabetes yang biasanya muncul ketika dewasa pada usia muda merupakan bentuk
monogenik DM tipe 2 dengan usia onset yang dini, yaitu kurang dari usia 25
tahun. Kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan dan mutasi disebutkan
terjadi paling sedikit pada lima gen. variasi genetic lainnya adalah kehilangan
pendengaran yang diwariskan secara maternal pada diabetes mellitus yang
merupakan cirri khas DM tipe 1 maupun tipe 2. Tuli neural sensorik berhubungan
dengan onset DM yang dini dan bentuk ini ditandai dengan pewarisan maternal
yang kuat. Hanya anak perempuan yang dapat mewariskan penyakit ini kepada
keturunannya.
b. Faktor risiko lingkungan
§ Usia
Pertambahan usia merupakan faktor
risiko yang penting untuk DM.
§ Obesitas dan obesitas bagian perut
Kenaikan berat badan dapat meningkatkan risiko DM.
§ Resistensi insulin
§ Faktor diet
§ Kurangnya aktivitas fisik
§ Urbansi dan modernisasi
2.4. Tanda dan gejala DM
Keluhan umum pasien DM seperti
poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang
sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi
akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa
gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul
adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai
serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Mansjoer, 2001 Diabetes Mellitus awalnya
diperkirakan dengan adanya gejala yaitu:
a. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
b. Polidipsi (banyak minum)
c. Polifagi (banyak makan)
d. Lemas
e. Berat Badan Menurun
f. Kesemutan
g. Mata kabur
h. Impotensi pada pria
i. Pruritus pasa vulva
a. Poliuri (sering kencing dalam jumlah banyak)
b. Polidipsi (banyak minum)
c. Polifagi (banyak makan)
d. Lemas
e. Berat Badan Menurun
f. Kesemutan
g. Mata kabur
h. Impotensi pada pria
i. Pruritus pasa vulva
Menurut
Supartondo, gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
·
Katarak
·
Glaukoma
·
Retinopati
·
Gatal
seluruh badan
·
Pruritus
Vulvae
·
Infeksi
bakteri kulit
·
Infeksi
jamur di kulit
·
Dermatopati
·
Neuropati
perifer
·
Neuropati
viseral
·
Amiotropi
·
Ulkus
Neurotropik
·
Penyakit
ginjal
·
Penyakit
pembuluh darah perifer
·
Penyakit
koroner
·
Penyakit
pembuluh darah otak
·
17.hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan
ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa
terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien
mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif
sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas
hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan
ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar,
menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya
tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada
usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan
koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
2.5. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus
·
Glukosa
darah sewaktu
·
Kadar
glukosa darah puasa
·
Tes
toleransi glukosa
Kadar
darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Kriteria
diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1.
Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.
Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75
gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
2.6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap
tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Obat Hipoglikemik
Oral
1). Golongaan
Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat
ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagan obat golongan
lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas,
karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe 2 dengan berat badan
berlebihan
2). Golongan Biguanad
/metformin
Obat
ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki pengambilan
glukosa dari jaringan (glukosa perifer) dianjurkan sebagai obat tinggal pada
pasien kelebihan berat badan.
3). Golongan Inhibitor
Alfa Glikosidase
Mempunyai
efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan sehingga dapat
menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula
puasa yang masih normal.
b.Insulin
1). Indikasi insulin
1). Indikasi insulin
Pada
DM tipe 1 yang tHuman Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi) yang
beredar adalah actrapid
Injeksi
insulin dapat diberikan kepada penderita DM tipe11 yang kehilangan berat badan
secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti DM
dengan dosis maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan obat-obatan
tersebut. Bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar asidosis laktat, stress
berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat , wanita hamil dengan
gejala DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
2. Jenis insulin
a. insulin kerja cepat
Jenisnya adalah reguler
insulin, cristalin zink, dan semilente
b. Insulin kerja sedang
Jenisnya adalah NPH
(Netral Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat
Jenisnya adalah PZI
(Protamine Zinc Insulin)
2. Penatalaksanaan Secara Keperawatan
a. Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah
perencanaan makanan walaupun telah mendapat penyuluhan perencanaan makanan,
lebih dari 50% pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya
mempertahankan menu yang seimbang dengan komposisi Idealnya sekitar 68%
karbohidrat, 20% lemak dan 12% protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan
dan mencugah agar berat badan ideal dengan cara:
1. Kurangi Kalori
1. Kurangi Kalori
2.
Kurangi Lemak
3.
Kurangi Karbohidrat komplek
4.
Hindari makanan manis
5. Perbanyak konsumsi serat
b. Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah
karena membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan
berat badan, memperkuat jantung dan mengurangi stress .Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik tetapi jangan melakukan olahraga
terlalu berat.
2.8. Pengkajian Fungsinal Gordon
·
Pola
persepsi dan penanganan penyakit
Gejala
: adanya riwayat hipertensi, kebas, keseimbangan pada ekstremitas ulkus pada
kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda
: kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.¯Tanda
: takikardi, nadi
·
Pola
nutrisi/metabolisme
BB,
haus¯Gejala
: hilang nafsu makan, mual / muntah,
Tanda
: kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah.
·
Pola
eliminasi
Gejala
: poliuria, mokturia, resi tekan abdomen, diare
Tanda
: urine, pucat, kuning : poliuria (dapat berkembang menjadi olguria / anuria
jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau buruk (infak), abdomen
keras, asites, bising usus lemah dan hiperaktif (diare).
·
Pola
aktifitas/olahraga
Gejala
: pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelematan pada otot, parestesia
sebagai penglihatan.
Tanda
: disorientasi, mengantuk, latergi, stupor / koma
·
Pola
istirahat/tidur
Mengalami masalah pada saat rasa
berkemih pada malam hari, gangguan tidur / istirahat.¯Gejala
: lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat / dengan aktifitas letargi / disorientasi, koma.
Tanda : takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat / dengan aktifitas letargi / disorientasi, koma.
·
Pola
kognitif-persepsi
Gejala
: abdomen tegang / nyeri
Tanda
: wajah meringis tampak dengan palpitasi
·
Pola
Keamanan
Gejala
: kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda
: demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, parentesia / paralysis otot.
·
Pola
seksualitas/reproduksi
Gejala
: rubor vagina (cenderung infeksi)
Tanda
: masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
·
Pola
koping-toleransi stress
Gejala
: stress, tergantung pada orang lain.
Tanda
: ansietas, peka rangsang.
·
Pola
keyakinan-nilai
Agama klien islam dan tidak ada
pantangan menurut agama.
2.9.
Asuhan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
- Resiko tinggi gangguan nutrisi
: kurang dari kebutuhan
- Kekurangan volume cairan
- Gangguan integritas kulit
- Resiko terjadi injury
Intervensi Keperawatan Diabetes Mellitus
1.
Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme
protein, lemak.
Tujuan
: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria
Hasil :
-
Pasien
dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan
ke arah rentang biasanya
Intervensi
:
-
Tentukan
program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan pasien.
-
Auskultasi bising usus, catat adanya
nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat
dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
-
Berikan
makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera
jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
-
Libatkan
keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
-
Observasi
tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
-
Kolaborasi
melakukan pemeriksaan gula darah.
-
Kolaborasi
pemberian pengobatan insulin.
-
Kolaborasi
dengan ahli diet.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan diuresis osmotik
Tujuan
: kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Pasien menunjukkan hidrasi yang
adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
-
nadi perifer dapat diraba,
-
turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
-
haluaran urin tepat secara individu dan
-
kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
:
- Pantau pola nafas seperti adanya
pernafasan kusmaul
- Kaji frekuensi dan kualitas
pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,
turgor kulit dan membran mukosa
- Pantau masukan dan pengeluaran
- Pertahankan untuk memberikan cairan
paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
- Catat hal-hal seperti mual,
muntah dan distensi lambung.
- Kolaborasi : berikan terapi cairan
normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht,
BUN, Na, K)
3. Gangguan integritas
kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
Tujuan : gangguan integritas kulit
dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil : Kondisi luka
menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
- Kaji luka, adanya epitelisasi,
perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
- Kaji adanya nyeri
- Lakukan perawatan luka
- Kolaborasi pemberian insulin dan
medikasi.
- Kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi.
4. Resiko terjadi
injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami
injury
Kriteria Hasil : pasien dapat
memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
-
Hindarkan
lantai yang licin.
- Gunakan bed yang rendah.
- Orientasikan klien dengan ruangan.
- Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
- Bantu pasien dalam ambulasi atau
perubahan posisi
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
Carpenito, Lynda Juall, Buku
Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta :
EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta
: EGC, 1999.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga,
Jakarta : FKUI, 1996.
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian
Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC,
2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar