Sabtu, 25 Februari 2012
terapi trombolitik
1.
DEFENISI
Tromboembolisme
( oklusi suatu arteri atau vena karena thrombus atau emboli ) menyebabkan
iskemia ( kurang aliran darah ) yang mengakibatkan jaringan nekrosis (mati) di
bagian distal dari area obstruksi. Perlu kira-kira 1 sampai 2 minggu untuk
bekuan darah dapat berdisintegrasi dengan mekanisme fibrolitik natural. Jika
trombus atau emboli baru dapat dilarutkan lebih cepat maka jaringan nekrosis
yang terjadi hanya minimal dan aliran darah dapat kembali berfungsi lebih
cepat. Inilah dasar dari terapi trombolitik.
Terapi
trombolitik adalah terapi klinis yang ditujukan untuk reperfusi jaringan
miokardium dengan memperbaiki aliran darah pada pembuluh darah yang tersumbat.
Bekuan darah yang terdapat dalam pembuluh darah akan mengganggu aliran darah ke
bagian tubuh yang dialiri oleh pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan suatu
kerusakan serius pada bagian-bagian tubuh. Jika bekuan terdapat pada arteri
yang memasok darah ke jantung, maka dapat menyebabkan serangan jantung. Jika
bekuan terdapat pada aliran darah ke otak, maka dapat terjadi stroke. Terapi trombolitik digunakan untuk melarutkan
bekuan darah yang akan mengancam kehidupan jika tidak segera diatasi.
Istilah Sindrom Koroner
Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untukmenggambarkan kejadian kegawatan
pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan
satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakitkoroner yaitu, angina tak
stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan
elevasi ST, maupun angina pektorispasca infark atau pasca tindakan intervensi
koroner perkutan. Alasan rasional
menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah karena mekanisme patofisiologi yang sama. Semua disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan stenosis berta atau oklusi pada arteri koroner dengan
atau tanpa emboli.
Sedangkan letak perbedaan antara angina tak stabil, infark Non-elevasi
ST dan dengan elevasi ST adalah dari jenis trombus yangmenyertainya. Angina tak
stabil dengan trombus mural, Non-elevasiST dengan thrombus inkomplet/nonklusif,
sedangkan pada elevasi STadalah trombus komplet/oklusif.
2.
AGENT
TROMBOLITIK
Terapi
trombolisis menggunakan obat yang disebut agen trombolitik seperti alteplase ( Activase ), anistreplase (Eminase), streptokinase (Streptase,
Kabikinase), urokinase ( Abbokinase ), dan aktivator plasminogen jaringan (TPA) untuk membubarkan
gumpalan. Obat ini diberikan sebagai suntikan, hanya di bawah pengawasan
seorang dokter.
Agent trombolitik
dibagia menjadi 2 kategori :
a)
Fibrin
selektif
Karakteristik :
·
Aktivasi plasminogen yang terikat pada fibrin
·
Penghancuran bekuan sangat cepat
Jenis
:
·
Tissue – Type Plasminogen Activator (t – PA )
-
Serine protease yang diproduksi oleh sel
endothelial pembuluh darah
-
Mengkonversi plasminogen menjadi plasmin
setelah terikat pada bekuan mengandung fibrin
-
Dosis : 15 mg bolus dilanjutkan 50 mg atau
0,75 mg/kgBB selama 30 menit atau 35 mg atau 0,5 mg/kgBB selama 60 menit dengan
total maximum dosis 100 mg
-
Waktu paruh : t – PA = 3 – 5 menit, r – PA =
15 menit
-
Efek samping : dapat terjadi reoklusi.
Diperlukan infus antikoagulasi sistemik/heparin
-
Reaksi alergi dan hipotensi ditemukan
·
Recombinant Tissue Plasminogen Activator ( rt
– PA )
-
Dosis standar dipercepat dengan cara melalui
bolus 15 mg, 50 mg atau 0,75 mg / kgBB lebih dari 30 menit, dan 35 mg atau 0,50 mg / kgBB lebih dari 60 menit untuk dosis total maksimum 100 mg.
-
Direkomendasikan
untuk pasien yang berat badannya kurang dari 65 kg.
-
Waktu paruhnya adalah 5 menit.
·
Recombinant Plasminogen Activator ( reteplase,
r – PA )
Recombinant
Tissue Plasminogen Activator ( r – PA ) atau Retaplase adalah obat trombolitik yang
digunakan untuk memecah gumpalan darah. Obat ini bekerja dengan cara
mengaktifkan zat kimia yang membantu menghancurkan gumpalan darah.
Indikasi
penggunaan reteplase adalah untuk meningkatkan fungsi jantung dan mencegah
gagal jantung kongestif (CHF) atau kematian pada orang yang mengalami serangan
jantung.
·
Single-chain urokinase
plasminogen activator ( scu-PA atau prourokinase)
b). Non
selektif
Karakteristik :
·
Plasminogenolosis dan fibrinogenolisis
sistemik
·
Penghancuran bekuan lebih lambat
·
Status penghancuran sistemik lebih panjang
Jenis-
Jenis :

-
Agen trombolitik yang dihasilkan dari
– hemolitik streptokokus,
yang bila dikombinasikan dengan plasminogen akan berfungsi sebagai katalis
dalam konversi plasminogen menjadi plasmin.

-
Dapat diberikan
IV atau IC
-
Dosis : 1,5 juta
U dalam 30 – 60 menit
-
Dapat menyebabkan
respon alergi, pruritus, demam, mual, urtikaria, sakit kepala dan malaise
-
Efek samping :
hipotensi
-
Observasi : 12
jam

-
Bentuk kimiawi dari SK
-
APSAC memiliki waktu paruh relatif lama dan
hasil yang dinyatakan dalam fibrinogenolysis.
-
APSAC diberikan lewat bolus 30 U selama 2-5
menit
-
Karena APSAC
adalah bentuk SK, ia memiliki sifat antigenik yang sama SK.
-
Gejala alergi terjadi pada pasien yang
menerima APSAC.
-
Hipotensi dapat
terjadi pada pasien dan akan lebih parah jika obat diberikan
Semua
jenis dari agen trombolitik disertai dengan pemberian antiplatelet : heparin
atau
Aspirin
3.
INDIKASI
Kriteria seleksi yang digunakan untuk terapi
trombolitik
·
Tidak lebih dari 12 jam setelah waktu terapi :
nyeri dada, semakin cepat semakin baik
·
Elevasi segmen ST pada EKG atau onset baru
blok cabang berkas kiri
·
Nyeri dada istemik dengan durasi 30 menit
·
Nyeri dada tidak respon terhadap nitrogliserin
sub lingual atau nifedipin
·
Tidak mengalami kondisi yang dapat menjadi
predisposisi pendarahan
Indikasi
Kelas I
·
Usia pasien
< 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV, waktu untuk terapi
< 12 jam
·
Pasien dengan blok cabang-ikat dan adanya
riwayat AMI
Kelas
IIa
Usia pasien > 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari
0,1 mV, waktu untuk terapi < 12 jam
Kelas IIb
·
Pasien dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV,
waktu untuk terapi lebih dari 12 – 24 jam
·
Pasien dengan tekanan darah sistolik > 180
mmHg atau diastolic > 110 mmHg berhubungan dengan MI
Kelas III
·
Pasien dengan ST elevasi, waktu untuk terapi
> 24 jam dan nyeri istemik tertangani
·
Pasien dengan ST depresi
4.
KONTRAINDIKASI
Terapi trombolitik : Kontra indikasi absolut
1.
Sebelumnya mengalami stroke hemoragik; stroke
lain atau serebrovaskular yang terjadi dalam 1tahun terakhir
2.
Neoplasma intrakranial
3.
Perdarahan internal aktif (tidak termasuk
menstruasi)
4.
Suspek diseksi aorta
Terapi trombolitik : Kontraindikasi relatif
1.
Hipertensi berat (tekanan darah >180/110)
2.
Riwayat CVA / kelainan intraserebral
3.
Trauma yang baru terjadi (dalam 2-4 minggu),
termasuk cedera kepala atau resusitasi jantung > 10 menit atau operasi besar
< 3minggu
4.
Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir
5.
Penggunaan streptokinase sebelumnya (5 hari
sampai 2 tahun) atau riwayat alergi terhadap streptokinase
6.
Pengunaan antikoagulan
7.
Kehamilan
8.
Tukak lambung
9.
Riwayat hipertensi kronik yang berat
5. MANAJEMEN FARMAKOLOGI
Obat
|
Dosis
|
Tindakan
|
Pertimbangan khusus
|
Bekuan spesifik
|
|||
t- PA ( alteplase
|
IV : 100 mg lebih dari
90 menit dengan
15 mg pertama
diberikan melalui
bolus
|
Mengikat fibrin pada bekuan dan mempromosikan aktivasi plasminogen menjadi
plasmin
|
Waktu paruh yang pendek, sehingga heparin
biasanya diberikan lewat bolus dan
kemudian diikuti dengan infuse.
Aspirin dimulai dengan pemberian obat dan
dilanjutkan q hari
|
r-PA ( reteplase )
|
10 U diberikan
lewat bolus, diulang dalam 30 menit
|
Mengikat fibrin pada bekuan dan mempromosikan aktivasi plasminogen menjadi
plasmin
|
Heparin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan dalam 24
jam
|
TNKase (tenecteplase)
|
30-50 mg berdasarkan berat badan, diberikan
lewat bolus tunggal
|
Mengikat fibrin pada bekuan dan mempromosikan aktivasi plasminogen menjadi
plasmin
|
Heparin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan q hari
|
Non-spesifik
|
|||
SK (streptokinase)
|
1,5 juta U diberikan lebih dari 60
menit
|
Mengkatalis pengubahan plasminogen menjadi plasmin, yang
menyebabkan lisis dari fibrin.
Memiliki efek litik sistemik |
Dapat menyebabkan reaksi alergi dan hipotensi.
Heparin dapat diberikan IV atau SQ
Aspirin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan q hari
|
APSAC (anitreplase)
|
30 U melalui
bolus lambat selama
2-5 menit
|
Kombinasi molekul streptokinase dan plasminogen yang tindakannya serupa dengan streptokinase. Memiliki efek litik sistemik
|
Dapat menyebabkan reaksi alergi dan hipotensi
Waktu paruh lama, jadi heparin biasanya dimulai 4-6 jam setelah
APSAC
Aspirin dimulai dengan pemberian obat dan dilanjutkan q hari
|
6. PENATALAKSANAAN PRE DAN POST TROMBOLISIS
Praprosedur
1.
Kaji tingkat
pengertian dan tingkat ansietas
2.
Libatkan keluarga
atau orang terdekat dalam perawatan dan instruksi
3.
Beri penguatan
penjelasan dokter tentang tujuan prosedur, hasil yang diinginkan, dan risiko
yang berhubungan
4.
Gambarkan
prosedur yang akan dilakukan :
·
Intrakoroner : sama
dengan kateterisasi jantung, dapat berakhir dalam 1 sampai 2 jam. Sensasi yang
dapat terjadi : tekanan selama pemasangan kateter, tak ada ketidaknyamanan
dalam penginfusan.
·
Intravena :
biasanya di bagian kedaruratan atau UPK, penginfusan diberikan lebih dari 3 jam
5.
Jelaskan dan
tinjau kembali tindakan intraprosedur dan
pascaprosedur
6.
Pemantauan di UPK
7.
Hak-hak
berkunjung
8.
Peralatan yang
digunakan (alat pemantauan jantung, pemberian oksigen, terapi IV)
9.
Jelaskan perlunya
tirah baring selama dan setelah pemberian dan perlunya sering mengambil contoh
darah untuk memantau masa pembekuan
10.
Instruksikan pada
pasien untuk segera memberi informasi pada perawat bila terasa nyeri dada.
Post prosedur
Komplikasi umum dari trombolisis
adalah pendarahan, tidak hanya sebagai hasil terapi trombolitik itu sendiri,
tetapi juga karena pasien secara rutin mendapat terapi antikoagulan selama
beberapa hari untuk meminimalisir kemungkinan retrombosis. Perawat juga harus
secara berkala memanatau manifestasi klinis dari pendarahan. Pendarahan gusi
dan kebocoran vena biasa terjadi. Pendarahan serius dapat terjadi seperti
pendarahan intrakranial dan pendarahan internal.
Sebagai tambahan untuk keakuratan
pengkajian pasien untuk membuktikan pendarahan, penatalaksanaan keperawatannya
termasuk tindakan preventif untuk meminimalisir potensial pendarahan. Contohnya
penanganan pasien yang terbatas, infeksi dapat dihindari jika memungkinkan, dan
tambahan tekanan dapat diberikan untuk memastikn hemosatatis dari venipuncture
dan tempat kebocoran arteri. Jalur intra vena dipasang sebelum pemberian terapi
lisis dan penguncian heparin dapat digunakan untuk penatalaksanaan selama
pengambilan spesimen labor. Antasid dapat diberikan khususnya jika pasien
mengalami ketidaknyaman di bagian gastrointestinal.
by kel 1 ....
Sistem Triase
2.1
Sejarah Triage
·
Definisi : dari kata Perancis “ Trier “ yang artinya membagi dalam 3 group
·
Di kembangkan di medan pertempuran
·
Konsep ini digunakan bila terjadi
bencana
·
Dilaksanakan di ruang gawat darurat dari
1950 / 1960 karena 2 alasan :
o
Meningkatkan kunjungan
o
Meningkatkan penggunaan untuk non urgen
2.2
Pengertian Triage
Triage adalah suatu proses yang
mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat kegawatan kondisinya.
Triage terdiri
dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan keparahan cedera
mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis yang
segera. Sistem
triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Prioritas yang
lebih tinggi diberikan pada korban yang prognosis jangka pendek atau jangka
panjangnya dapat dipengaruhi secara dramatis oleh perawatan sederhana yang
intensif.
Sistem triase biasanya
sering ditemukan pada perawatan gawat darurat di suatu bencana. Misalnya ada beberapa orang pasien yang harus ditangani oleh perawat
tersebut.dimana setiap
pasien dalam kondisi yang berbeda. Jadi perawat harus
mampu menggolongkan pasien
tersebut dengan sistem triase. Pasien pertama kondisinya sudah
tidak mungkin untuk diselamatkan lagi
( sudah meninggal), terdapat
luka parah atau kebocoran di kepala, sehingga pasien tersebut digolongkan pada
triase lampu hitam. pasien kedua kondisinya mengalami patah tulang, luka-luka dan memar pada tubuhnya, sehingga
pasien berteriak, mungkin karena kejadian yang membuat pasien syok, maka pasien
diklasifikasikan pada triase lampu hijau, tidak perlu penanganan cepat.
Selanjutnya ditemui pasien dengan kondisi lemah, kritis, nadi lemah, serta
pernafasan yang sesak. Maka pasien ini lah yang sangat membutuhkan pertolongan
pada saat itu, yang tergolong pada triase lampu merah. Karena jika tidak
diselamatkan, nyawa pasien bisa tidak tertolong lagi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sistem triase ini digunakan
untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga perawat
benar-benar memberikan pertolongan pada pasien yang sangat membutuhkan, dimana
keadaan pasien sangat mengancam nyawanya, namun dengan penanganan secara cepat
dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut. Tidak membuang wakunya
untuk pasien yang memang tidak bisa diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien
yang membutuhkan.
2.3 Tujuan Triage
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
- Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
- Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
- Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat
Sistem
Triage dipengaruhi
- Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
- Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
- Denah bangunan fisik unit gawat darurat
- Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis
2.4 Klasifikasi Triage
Klasifikasi berdasarkan pada :
·
pengetahuan
·
data yang tersedia
·
situasi yang berlangsung
Kode Warna International Dalam Triage
:
Sistem
triage dikenal dengan system kode 4 warna yang diterima secara internasional.
Merah menunjukan perioris tinggi perawatan atau pemindahan, Kuning menandakam
perioritas sedang, hijau digunakan untuk pasien rawat jalan, dan hitam untuk
kasus kematian atau pasien menjelang ajal. Perawat harus mampu mampu mengkaji
dan menggolongkan pasien dalam waktu 2 – 3 menit.
1.
Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH
(kasus berat)
Pasien dengan kondisi mengancam
nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera, perdarahan berat, pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol)
·
Asfiksia, cedera cervical, cedera pada
maxilla
·
Trauma kepala dengan koma dan proses
shock yang cepat
·
Fraktur terbuka dan fraktur compound
·
Luka bakar > 30 % / Extensive Burn
·
Shock tipe apapun
2.
Prioritas 2 atau Urgent: warna
KUNING
(kasus sedang)
Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda
atau jalan kaki, waktu
tunggu 30 menit, area
critical care.
·
Trauma thorax non asfiksia
·
Fraktur tertutup pada tulang panjang
·
Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW
)
·
Cedera pada bagian / jaringan lunak
3.
Prioritas 3 atau Non Urgent: warna
HIJAU (kasus ringan)
Pasien yang biasanya dapat berjalan
dengan masalah medis yang minimal, luka
lama, kondisi
yang timbul sudah lama, area
ambulatory / ruang P3.
·
Minor injuries
·
Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan
4. Prioritas
0: warna HITAM
(kasus meninggal)
·
Tidak ada respon pada semua rangsangan
·
Tidak ada respirasi spontan
·
Tidak ada bukti aktivitas jantung
·
Tidak ada respon pupil terhadap cahaya
2.5 Proses Pengambilan Keputusan dan Triase
Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dan
integral pada medis dan praktik keperawatan. Penilaian klinis tentang pasien
membutuhkan baik pemikiran dan intuisi, dan keduanya harus didasarkan pada professional,pengetahuan
dan keterampilan. Banyak praktisi berpendapat bahwa pengambilan keputusan
kritis adalah hanya sekitar akal sehat dan pemecahan masalah, dan sampai batas
tertentu mereka sudah benar. Itu, bagaimanapun, lebih dari ini dan membutuhkan
tingkat keterampilan tertentu. Dalam proses pengambilan keputusan dokter
diharapkan untuk:
1. menafsirkan
2. mendiskriminasikan
3. mengevaluasi
Strategi pengambilan keputusan :
Sejumlah
strategi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan:
1. Pemikiran
Pada
dasarnya ada dua tipe penalaran yang terlibat dalam berpikir kritis:
o
Penalaran induktif adalah kemampuan untuk
mempertimbangkan semua kemungkinan, dan ini sangat berguna untuk yang kurang
berpengalaman. Melibatkan proses yang memakan waktu, mempertimbangkan semua
informasi pasien yang dikumpulkan dalam rangka untuk mencapai keputusan tentang
perawatan yang mereka butuhkan.
o
Penalaran deductive adalah 'menyiangi' yang simultan
dari solusi yang mungkin sementara aktif mengumpulkan informasi pasien, strategi
ini sering tidak diketahui atau tidak dikenal dan menjadi bagian dari praktek
ahli. Memungkinkan praktisi untuk cepat mengurutkan yang relevan dan tidak relevan dari informasi untuk mencapai keputusan.
2. Pengenalan
pola
Ini adalah
strategi yang paling umum digunakan oleh dokter, dan sangat penting ketika
membuat keputusan yang cepat berdasarkan informasi terbatas yang diperlukan
selama triase.
3.
Hipotesa berulang
Hipotesa berulang digunakan
oleh dokter untuk menguji penalaran diagnostik. Dengan mengumpulkan data untuk
mengkonfirmasi atau menghilangkan hipotesis, keputusan dapat dibuat. Tergantung
pada tingkat keahlian metode ini dapat berupa induktif atau deduktif.
4.
Representasi mental
Representasi mental adalah
metode menyederhanakan situasi untuk memberikan gambaran umum, dan memungkinkan
fokus pada informasi yang relevan. Strategi ini sering digunakan ketika suatu
masalah yang sangat kompleks atau besar. Penggunaan analogi membantu dokter
memvisualisasikan situasi dengan menyederhanakan masalah dan memungkinkan
perspektif yang berbeda. Triase keputusan harus cepat dan metode ini telah
digunakan secara terbatas pada tahap dalam perawatan pasien.
5. Intuisi
Intuisi adalah terkait erat dengan keahlian, dan umumnya dipandang sebagai kemampuan praktisi untuk memecahkan masalah dengan data yang relatif sedikit. Intuisi jarang melibatkan analisis sadar dan sering dinyatakan sebagai 'firasat' atau 'firasat yang kuat'. Praktisi ahli melihat situasi secara holistik dan menggambarkan berdasarkan pengalaman masa lalu. Banyak pengetahuan mereka tertanam dalam praktek dan disebut sebagai lacit, di mana keputusan yang efektif yang dibuat dengan menggabungkan pengetahuan dengan teori-teori pengambilan keputusan dan berpikir intuitif. Perawat ahli banyak yang tidak menyadari proses mental yang mereka gunakan dalam penilaian dan pengelolaan pasien. Meskipun intition tetap terukur, nilai praktek klinis adalah mengakui dan didokumentasikan dengan baik.
Intuisi adalah terkait erat dengan keahlian, dan umumnya dipandang sebagai kemampuan praktisi untuk memecahkan masalah dengan data yang relatif sedikit. Intuisi jarang melibatkan analisis sadar dan sering dinyatakan sebagai 'firasat' atau 'firasat yang kuat'. Praktisi ahli melihat situasi secara holistik dan menggambarkan berdasarkan pengalaman masa lalu. Banyak pengetahuan mereka tertanam dalam praktek dan disebut sebagai lacit, di mana keputusan yang efektif yang dibuat dengan menggabungkan pengetahuan dengan teori-teori pengambilan keputusan dan berpikir intuitif. Perawat ahli banyak yang tidak menyadari proses mental yang mereka gunakan dalam penilaian dan pengelolaan pasien. Meskipun intition tetap terukur, nilai praktek klinis adalah mengakui dan didokumentasikan dengan baik.
Pengambilan Keputusan Selama Triase
Terdiri dari tiga tahap utama:
·
Identifikasi masalah
·
Penentuan alternatif dan.
·
Pemilihan alternatif yang paling tepat
Pendekatan untuk membuat keputusan penting menggunakan lima langkah berikut:
1.
Mengidentifikasi masalah
Ini dilakukan dengan mendapatkan informasi dari pasien, penjaga atau personil perawatan pra-rumah sakit. Fase ini memungkinkan diagram alur presentasi yang relevan untuk diidentifikasi.
2.
Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang terkait dengan solusi.
Satu diagram alur telah diidentifikasi fase ini yang difasilitasi karena diskriminator dapat dicari pada setiap tingkat. Diagram aliran memfasilitasi penilaian cepat dengan menyarankan pertanyaan terstruktur. Pengenalan pola juga memainkan bagian di tahap ini.
Satu diagram alur telah diidentifikasi fase ini yang difasilitasi karena diskriminator dapat dicari pada setiap tingkat. Diagram aliran memfasilitasi penilaian cepat dengan menyarankan pertanyaan terstruktur. Pengenalan pola juga memainkan bagian di tahap ini.
3.
Mengevaluasi semua alternatif dan memilih salah satu
untuk pelaksanaa.
Dokter mengumpulkan sejumlah besar data tentang pasien mereka menangani. Ini disusun ke dalam database mental mereka sendiri dan disimpan dalam kompartemen untuk mengingat mudah, hal ini paling efektif bila terkait dengan penilaian atau kerangka kerja organisasi. Kerangka ini berfungsi sebagai panduan untuk penilaian dan diatur sebagai kompartemen dengan sub-judul. Diagram alur penyajian menyediakan kerangka organisasi untuk memesan proses pemikiran selama triase. Diagram alur telah berkunjung ke link proses pengambilan keputusan ke dalam pengaturan klinis. Mereka membantu pengambilan keputusan dengan menyediakan struktur, dan juga dukungan staf junior karena mereka memperoleh keterampilan pengambilan keputusan.
Dokter mengumpulkan sejumlah besar data tentang pasien mereka menangani. Ini disusun ke dalam database mental mereka sendiri dan disimpan dalam kompartemen untuk mengingat mudah, hal ini paling efektif bila terkait dengan penilaian atau kerangka kerja organisasi. Kerangka ini berfungsi sebagai panduan untuk penilaian dan diatur sebagai kompartemen dengan sub-judul. Diagram alur penyajian menyediakan kerangka organisasi untuk memesan proses pemikiran selama triase. Diagram alur telah berkunjung ke link proses pengambilan keputusan ke dalam pengaturan klinis. Mereka membantu pengambilan keputusan dengan menyediakan struktur, dan juga dukungan staf junior karena mereka memperoleh keterampilan pengambilan keputusan.
4.
Mengimplementasikan alternatif yang dipilih
Hanya ada lima kategori triase mungkin untuk memilih. Ini memiliki nama spesifik dan
defenitons. Praktisi triase menerapkan kategori tergantung pada urgensi dari
kondisi pasien. Sekali prioritas dialokasikan jalur perawatan yang tepat dimulai.
5.
Memantau pelaksanaan dan mengevaluasi hasil.
Triase adalah dinamis dan harus responsif terhadap
kebutuhan pasien dan departemen. Metode triase yang diuraikan dalam buku ini
memastikan bahwa proses mencapai keputusan itu diatur. Oleh karena itu perawat
akan dapat mengidentifikasi bagaimana dan mengapa mereka mencapai hasil
(kategori). Ini memfasilitasi penilaian ulang dan konfirmasi berikutnya atau
mengubah dalam kategori.
2.6 START ( Simple triage And Rapid Treatment)
Adalah suatu system yang dikembangkan untuk memungkinkan
paramedic memilah korban dalam waktu yang singkat kira – kira 30 detik.
Yang perlu
diobservasi : Respiration, Perfusion, dan Mental Status ( RPM ).
System START di desain untuk membantu penolong untuk
menemukan pasien yang menderita luka berat.
Tahap pertama dalam START adalah
untuk memberitahu orang / korban yang dapat bangun dan berjalan untuk pindah ke area yang telah ditentukan. Supaya
lebih mudah untuk dikendalikan, bagi korban yang dapat berjalan agar dapat
pindah dari area tempat pertolongan korban prioritas utama (merah / immediate
). Korban ini sekarang ditandai dengan
status Minor / prioritas 3 ( hijau ).
Jika korban protes disuruh pindah
dikarenakan nyeri untuk berjalan, jangan paksa mereka untuk pindah.
Tahap ke dua: Mulai dari
tempat berdiri. Mulailah tahap ke 2 dari tempat
berdiri, bergeraklah pindah dengan pola yang teratur dan mengingat korban.
Berhenti pada masing – masing individu dan melakukan assesment dan tagging
dengan cepat.
Tujuannya
adalah untuk menemukan pasien yang butuh penanganan segera (immediate, merah).
START didasarkan pada 3
observasi : RPM ( respiration, perfusion,
and Mental Status )
Respiration / breathing
Jika pasien
bernafas, kemudian tentukan frekuensi pernafasanya, jika lebih dari 30 / menit,
korban ditandai Merah / immediate. Korban ini
menujukkan tanda – tanda primer shock dan butuh perolongan segera.
Jika pasien bernafas dan frekuensinya kurang dari 30 / menit, segera
lakukan observasi selanjutnya ( perfusion and Mental status ).
Jika pasien tidak
bernafas, dengan cepat bersihkan mulut korban dari bahan – bahan asing.
Buka jalan
nafas, posisikan pasien untuk mempertahankan jalan nafasnya, dan jika pasien
bernafas tandai pasien dengan immediate, jika pasien tidak bernafas setelah
dialkukan maneuver tadi, maka korban tersebut ditandai DEAD.
Perfusion or Circulating
Bertujuan untuk mengecek apakah jantungnya
masih memiliki kemampuan untuk mensirkulasikan darah dengan adekuat, dengan
cara mengecek denyut nadi. Jika denyut nadi lemah dan tidak teratur korban
ditandai immediate.
jika denyut
nadi telah teraba segera lakukan obserbasi status mentalnya.
Mental status
Untuk
mengetesnya dapat dilakukan dengan memnberikan instruksi yang mudah pada korban
tersebut :
“buka
matamu” atau “ tutup matamu “.
Korban yang
mampu mengikuti instuksi tersebut dan memiliki pernafasan dan sirkulasi yang
baik, ditandai dengan Delayed
Korban yang
tidak bisa mengikuti instruksi tersebut ditandai dengan Immediate
• Korban ‘D’
ditinggalkan di tempat mereka jatuh, ditutupi seperlunya.
• Korban ‘I’
merupakan prioritas utama dalam evakuasi karena korban ini memerlukan
Perawatan
medis lanjut secepatnya atau paling lambat dalam satu jam (golden hour).
• Korban
‘DEL’ dapat menunggu evakuasi sampai seluruh korban ‘I’ selesai ditranspor.
• Jangan evakuasi korban ‘M’ sampai seluruh korban ‘I’ dan ‘DEL’ selesai dievakuasi. Korban ini dapat menunda perawatan medis lanjut sampai beberapa jam lamanya. Re-triase korban tetap dilakukan untuk melihat apakah keadaan korban memburuk.
• Jangan evakuasi korban ‘M’ sampai seluruh korban ‘I’ dan ‘DEL’ selesai dievakuasi. Korban ini dapat menunda perawatan medis lanjut sampai beberapa jam lamanya. Re-triase korban tetap dilakukan untuk melihat apakah keadaan korban memburuk.
Reverse Triage
Sebagai
tambahan pada standar triase yang dijalankan, terdapat beberapa kondisi dimana
korban dengan cedera ringan didahulukan daripada korban dengan cedera berat.
Situasi yang memungkinkan dilakukan reverse triage yaitu pada keadaan perang
dimana dibutuhkan prajurit yang terluka untuk kembali ke medan pertempuran
secepat mungkin. Selain itu, hal ini juga mungkin dilakukan bila terdapat
seumlah besar paramedis dan dokter yang mengalami cedera, dimana akan merupakan
suatu keuntungan jika mereka lebih dulu diselamatkan karena nantinya dapat
memberikan perawatan medis kepada korban yang lain.
PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS
TRIASE.
1.
Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2.
Tim respons pertama harus menilai lingkungan atas
kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban untuk menentukan tingkat respons
yang memadai.
3.
Beritahukan koordinator untuk mengumumkan musibah
massal dan kebutuhan akan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh
beratnya kejadian.
4.
Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas
yang mampu tersedia :
a.
Petugas Komando Musibah.
b.
Petugas Komunikasi.
c.
Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
d.
Petugas Triase Primer.
e.
Petugas Triase Sekunder.
f.
Petugas Perawatan.
g.
Petugas Angkut atau Transportasi.
5.
Kenali dan tunjuk area sektor musibah massal :
a.
Sektor Komando/Komunikasi Musibah.
b.
Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
c.
Sektor Musibah.
d.
Sektor Ekstrikasi/Bahaya.
e.
Sektor Triase.
f.
Sektor Tindakan Primer.
g.
Sektor Tindakan Sekunder.
h.
Sektor Transportasi.
6. Rencana Pasca Kejadian Musibah massal :
a.
Kritik Pasca Musibah.
b.
CISD (Critical Insident Stress Debriefing).
DAFTAR PUSTAKA
Manchester Triage Group. 2006.
Emergency Triage 2nd ed. Blackwell Publishing Ltd: USA
Pan American Health Organization, ed. Palupi Widyastuti. 2000. Bencana Alam
: Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC
S. Khatien, dkk. 2000. Emergency Nursing Secrets. Jakarta : EGC
by kel 1
Langganan:
Postingan (Atom)